PENGERTIAN STRATEGI, METODE DAN TEKNIK BELAJAR MENGAJAR
Strategi belajar-mengajar adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, yang meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa (Gerlach dan Ely). Strategi belajar-mengajar tidak hanya terbatas pada prosedur kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi atau paket pengajarannya (Dick dan Carey). Strategi belajar-mengajar terdiri atas semua komponen materi pengajaran dan prosedur yang akan digunakan untuk membantu siswa mencapai tujuan pengajaran tertentu dengan kata lain strategi belajar-mengajar juga merupakan pemilihan jenis latihan tertentu yang cocok dengan tujuan yang akan dicapai (Gropper). Tiap tingkah laku yang harus dipelajari perlu dipraktekkan. Karena setiap materi dan tujuan pengajaran berbeda satu sama lain, makajenis kegiatan yang harus dipraktekkan oleh siswa memerlukan persyaratan yang berbeda pula.
Menurut Gropper sesuai dengan Ely bahwa perlu adanya kaitan antara strategi belajar mengajar dengan tujuan pengajaran, agar diperoleh langkah-langkah kegiatan belajar-mengajar yang efektif dan efisien. Ia mengatakan bahwa strategi belajar-mengajar ialah suatu rencana untuk pencapaian tujuan. Strategi belajar-mengajar terdiri dari metode dan teknik (prosedur) yang akan menjamin siswa betul-betul akan mencapai tujuan, strategi lebih luas daripada metode atau teknik pengajaran.
http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_b11.html
HAKIKAT STRATEGI BELAJAR MENGAJAR
Belajar memiliki tiga atribut pokok ialah:
1. Belajar merupakan proses mental dan emosional atau aktivitas pikiran dan perasaan.
2. Hasil belajar berupa perubahan perilaku, baik yang menyangkut kognitif, psikomotorik, maupun afektif.
3. Belajar berkat mengalami, baik mengalami secara langsung maupun mengalami secara tidak langsung (melalui media). Dengan kata lain belajar terjadi di dalam interaksi dengan lingkungan. (lingkungan fisik dan lingkungan sosial).
4. Supaya belajar terjadi secara efektif perlu diperhatikan beberapa prinsip antara lain:
1. Motivasi, yaitu dorongan untuk melakukan kegiatan belajar, baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik dinilai lebih baik, karena berkaitan langsung dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.
2. Perhatian atau pemusatan energi psikis terhadap pelajaran erat kaitannya dengan motivasi. Untuk memusatkan perhatian siswa terhadap pelajaran bisa didasarkan terhadap diri siswa itu sendiri dan atau terhadap situasi pembelajarannya.
3. Aktivitas. Belajar itu sendiri adalah aktivitas. Bila fikiran dan perasaan siswa tidak terlibat aktif dalam situasi pembelajaran, pada hakikatnya siswa tersebut tidak belajar. Penggunaan metode dan media yang bervariasi dapat merangsang siswa lebih aktif belajar.
4. Umpan balik di dalam belajar sangat penting, supaya siswa segera menge-tahui benar tidaknya pekerjaan yang ia lakukan. Umpan balik dari guru sebaiknya yang mampu menyadarkan siswa terhadap kesalahan mereka dan meningkatkan pemahaman siswa akan pelajaran tersebut.
5. Perbedaan individual adalah individu tersendiri yang memiliki perbedaan dari yang lain. Guru hendaknya mampu memperhatikan dan melayani siswa sesuai dengan hakikat mereka masing-masing. Berkaitan dengan ini catatan pribadi setiap siswa sangat diperlukan.
5. Pembelajaran merupakan suatu sistem lingkungan belajar yang terdiri dari unsur: tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru
Semua unsur atau komponen tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi; dan semuanya berfungsi dengan berorientasi kepada tujuan
http://rakasmuda.com/new/media-info/artikel-artikel/37-umum/56-hakekat-belajar
HAKIKAT BELAJAR-MENGAJAR
1. Peristiwa belajar-mengajar terjadi apabila sebyek didik secara aktif berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru
2. Proses belajar-mengajar yang afektif memerlukan strategi dan media/teknologi pendidikan yang tepat
3. Program belajar-mengajar dirancang dan diimplementasikan sebagai suatu system
4. Proses dan produk belajar perlu memperoleh perhatian seimbang di dalam pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar
5. Pembentukan kompetensi professional memerlukan pengintegrasian fungsional antara teori dan praktik serta materi dan metodologi penyampaiannya
6. Pembentukan kompetensi professional memerlukan pengalaman lapangan yang bertahap, mulai dari pengenalan medan, latihan ketrampilan terbatas, sampai dengan pelaksanaan dan penghayatan tugas-tugas kependidikan secara utuh dan actual
7. Kriteria keberhasilan yang utama dalam pendidikan professional adalah pendemonstrasian penguasaan kompetensi
8. Materi pengajaran dan system penyampaiannya selalu berkembang
http://kafeguru.blogspot.com/2008/09/hakikat-guru-hakikat-belajar-hakikat.html
JENIS STRATEGI BELAJAR MENGAJAR
Berbagai jenis strategi Belajar Mengajar dapat dikelompokkan berdasarkan berbagai pertimbangan, antara lain:
1. Atas dasar pertimbangan proses pengolahan pesan.
• Strategi Deduktif. Dengan Strategi Deduktif materi atau bahan pelajaran diolah dari mulai yang umum, generalisasi atau rumusan, ke yang bersifat khusus atau bagian-bagian. Bagian itu dapat berupa sifat, atribut atau ciri-ciri. Strategi. Deduktif dapat digunakan dalam mengajarkan konsep, baik konsep konkret maupun konsep terdefinisi.
• Strategi Induktif. Dengan Strategi Induktif materi atau bahan pelajaran diolah mulai dari yang khusus (sifat, ciri atau atribut) ke yang umum, generalisasi atau rumusan. Strategi Induktif dapat digunakan dalam mengajarkan konsep, baik konsep konkret maupun konsep terdefinisi.
2. Atas dasar pertimbangan pihak pengolah pesan.
• Strategi Belajar Mengajar Ekspositorik, yaitu suatu strategi belajar mengajar yang menyiasati agar semua aspek dari komponen pembentukkan sistem intruksional mengarah pada penyampaian isi pelajaran kepada siswa secara langsung. Dalam strategi ini tidak perlu mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsi dan konsep yang dipelajari. Semuanya telah disajikan guru secara jelas melalui aspek-aspek dari komponen yang langsung behubungan dengan para siswa pada waktu proses pembelajaran berlangsung.
• Strategi Belajar Mengajar Heuristik, yaitu suatu strategi belajar mengajar yang mensiasati agar aspek-aspek dari komponen pembentuk sistem intruksional mengarah pada pengaktifan siswa untuk mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsip dan konsep yagn mereka butuhkan.
3. Atas Dasar Pertimbangan Pengaturan Guru
• Strategi Seorang Guru. Seorang guru mengajar kepada sejumlah siswa.
• Strategi Pengajaran Beregu (Team Teaching). Dengan Pengajaran Beregu, dua orang atau lebih guru mengajar sejumlah siswa.
Pengajaran Beregu dapat digunakan di dalam mengajarkan salah satu mata pelajaran atau sejumlah mata pelajaran yang terpusat kepada suatu topik tertentu.
4. Atas Dasar Pertimbangan Jumlah Siswa
• Strategi Klasikal
• Strategi Kelompok Kecil
• Strategi Individual.
5. Atas Dasar Pertimbangan Interaksi Guru dengan Siswa
• Strategi Tatap Muka. Akan lebih baik dengan menggunakan alat peraga.
• Strategi Pengajaran Melalui Media. Guru tidak langsung kontak dengan siswa, akan tetapi guru “mewakilkan” kepada media. Siswa berinteraksi dengan media.
HAKIKAT STRATEGI BELAJAR MENGAJAR
Kegiatan belajar mengajar merupakan satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan Belajar adalah kegiatan Primer dalam kegiatan kegiatan belajar mengajar, sedangkan Mengajar adalah kegiatan Skunder, maksudnya untuk terciptanya kegiatan belajar siswa yang optimal.
1. Konsep dan Prinsip Belajar dan Pembelajaran
Belajar memiliki lima atribut pokok ialah:
1. Belajar merupakan proses mental dan emosional atau aktivitas pikiran dan perasaan.
2. Hasil belajar berupa perubahan perilaku, baik yang menyangkut kognitif, psikomotorik, maupun afektif.
3. Belajar berkat mengalami, baik mengalami secara langsung maupun mengalami secara tidak langsung (melalui media). Dengan kata lain belajar terjadi di dalam interaksi dengan lingkungan. (lingkungan fisik dan lingkungan sosial).
4. Supaya belajar terjadi secara efektif perlu diperhatikan beberapa prinsip antara lain:
1. Motivasi, yaitu dorongan untuk melakukan kegiatan belajar, baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik dinilai lebih baik, karena berkaitan langsung dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.
2. Perhatian atau pemusatan energi psikis terhadap pelajaran erat kaitannya dengan motivasi. Untuk memusatkan perhatian siswa terhadap pelajaran bisa didasarkan terhadap diri siswa itu sendiri dan atau terhadap situasi pembelajarannya.
3. Aktivitas. Belajar itu sendiri adalah aktivitas. Bila fikiran dan perasaan siswa tidak terlibat aktif dalam situasi pembelajaran, pada hakikatnya siswa tersebut tidak belajar. Penggunaan metode dan media yang bervariasi dapat merangsang siswa lebih aktif belajar.
4. Umpan balik di dalam belajar sangat penting, supaya siswa segera menge-tahui benar tidaknya pekerjaan yang ia lakukan. Umpan balik dari guru sebaiknya yang mampu menyadarkan siswa terhadap kesalahan mereka dan meningkatkan pemahaman siswa akan pelajaran tersebut.
5. Perbedaan individual adalah individu tersendiri yang memiliki perbedaan dari yang lain. Guru hendaknya mampu memperhatikan dan melayani siswa sesuai dengan hakikat mereka masing-masing. Berkaitan dengan ini catatan pribadi setiap siswa sangat diperlukan.
6. Pembelajaran merupakan suatu sistem lingkungan belajar yang terdiri dari unsur: tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru.
Semua unsur atau komponen tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi; dan semuanya berfungsi dengan berorientasi kepada tujuan.
VARIABEL STRATEGI BELAJAR MENGAJAR
Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan strategi belajar-mengajar ialah: tujuan, bahan pelajaran, alat dan sumber, siswa, dan guru.
1. Gagne mengklasifikasikan hasil-hasil belajar yang membawa implikasi terhadap penggunaan strategi belajar-mengajar, sebagai berikut:
1. Keterampilan intelektual dengan tahapan-tahapannya:
1. Diskriminasi, yaitu mengenal benda konkret.
2. Konsep konkret, yaitu mengenal sifat-sifat benda/objek konkret.
3. Konsep terdefinisi, yaitu kemampuan memahami konsep terdefinisi.
4. Aturan, yaitu kemampuan menggunakan aturan, rumus, hukum/dalil, prinsip.
5. Masalah/aturan tingkat tinggi, yaitu kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan berbagai aturan.
2. Strategi kognitif, yaitu kemampuan memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berfikir.
3. Informasi verbal, yaitu kemampuan menyimpan nama/label, fakta, pengetahuan di dalam ingatan.
4. Keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan fisik.
5. Sikap, yaitu kemampuan menampilkan perilaku yang bermuatan nilai-nilai.
6. Yang perlu dipertimbangkan dari faktor siswa di dalam menggunakan strategi belajar-mengajar, antara lain:
1. Siswa sebagai pribadi tersendiri memiliki perbedaan-perbedaan dari siswa lain.
2. Jumlah siswa yang mengikuti pelajaran.
3. Dari faktor alat dan sumber yang perlu dipertimbangkan ialah:
1. Jumlah dan karakteristik alat pelajaran dan alat peraga.
2. Jumlah dan karakteristik sumber pelajaran (bahan cetakan dan lingkungan sekitar).
3. Dari faktor guru yang akan mempengaruhi penggunaan strategi belajar-mengajar ialah kemampuan menguasai bahan pelajaran dan kemampuan membelajarkan siswa.
KERANGKA ACUAN STRATEGI BELAJAR MENGAJAR
1. Pengaturan Guru dan Siswa
Segi pengaturan guru dapat dibedakan pengajaran yang dilakukan oleh seorang guru atau suatu tim, sanjutnya apakah hubungan guru-siswa terjadi secara tatap muka (langsung), atau dengan perantaraan media (tidak langsung). Sedangkan dari segi pengaturan siswa dapat dibedakan pengajaran yang bersifat klasikal (kelompok besar), (kelompok kecil) dan pengajaran perseorangan (individual).
2. Struktur Peristiwa Belajar Mengajar
Struktur peristiwa belajar mengajar dapat bersifat tertutup dalam artian segala sesuatu telah ditentukan secara relatif ketat, seperti yang dilakukan oleh para calon guru yang berlatih mengajar yang tidak berani menyimpang dari persiapan mengajar yang telah dibuat dan disetujui oleh dosen pembimbing.
3. Peranan Guru-Siswa dalam mengolah pesan
Peristiwa belajar mengajar bermaksud untuk mencapai tujuan, ingin menyampaikan sesuatu pesan yang dapat berupa pengetahuan, wawasan, keterampilan, atau isi keterampilan lain. Pengajaran yang menyampaikan pesan dalam keadaan telah siap diolah dinamakan bersifat ekspositorik, sedangkan yang mengharuskan pengolahan pesan oleh siswa dinamakan Heuristik-hipotetik.
4. Proses Pengolah Pesan
Proses pikir manusia di dalam menjalani pengalaman belajar tidak selalu sama, ada peristiwa belajar mengajar di mana proses ini bertolak dari yang umum untuk dilihat keberlakuan atau akibatnya pada yang khusus ini disebut Umum ke Khusus (Deduktif). Sebaliknya bila peristiwa belajar mengajar yang di mana prosesw pengolahan bertolak dari contoh-contoh konkret kepada generalisasi atau prinsip umum ini disebut Khusus ke Umum (Induktif). Dengan demikian strategi belajar mengajar heuristik proses pengolahanya adalah induktif, sebaliknya ekspositorik bersifa deduktif.
POLA-POLA BELAJAR SISWA
Gagne (Lefrancois 1975:114-120) mengkategorikan pola-pola belajar siswa ke dalam 8 tipe dimana yang satu merupakan prasyarat bagi yang lainnya/yang lebih tinggi hierarkinya. Kedelapan tipe belajar itu ialah:
Tipe I: Signal Learning (belajar signal atau tanda, isyarat)
Tipe belajar ini menduduki tahapan hierarki (yang paling dasar). Signal learning dapat didefinisikan sebagai proses penguasaan pola dasar perilaku yang bersifat involunter (tidak disengaja dan didasari tujuannya). Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya tipe belajar ini ialah diberikan stimulus secara serempak perangsang-perangsang tertentu dengan berulang-ulang.
Tipe II: Stimulus-Respons Learning (belajar stimulus-respons, sambut rangsang)
Tipe belajar II ini termasuk ke dalam operant or instrumental condition (Kible,1961) atau belajar dengan trial and error (Thorndike). Kondisi yang diperlukan untuk dapat berlangsungnya tipe belajar ini ialah faktor reinforcement.
Tipe III:Chaining (mempertautkan) dan tipe IV:Verbal Association (asosiasi verbal)
Kedua tipe belajar ini setaraf, ialah belajar menghubungkan satuan ikatan S-R yang satu dengan yang lainnya. Tipe III berkenaan dengan aspek-aspek perilau psikomotorik dan tipe IV berkenaan dengan aspek-aspek belajar verbal. Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya proses belajar ini antara lain secara internal terdapat pada diri siswa harus sudah terkuasai sejumlah satuan-satuan pola S-R, baik psikomotorik maupun verbal. Di samping itu, prinsip contiguity, repetition, dan reinforcement masih tetap memegang peranan penting bagi berlangsungnya proses chaining dan association tersebut.
Tipe V:Discrimination Learning (belajar mengadakan perbedaan)
Dalam tahap belajar ini, siswa mengadakan diskriminasi (seleksi dan pengujian) di antara dua perangsang atau sejumlah stimulus yang diterimanya kemudian memilih pola-pola sambutan yang dipandangnya paling sesuai. Kondisi yang utama untuk dapat berlangsungnya proses belajar ini ialah siswa telah mempunyai kemahiran melakukan chaining dan association serta memiliki kekayaan pengalaman (pola-pola satuan S-R)
Tipe VI:Concept Learning (belajar konsep, pengertian)
Berdasarkan pesamaan cirri-ciri adari sekumpulan stimulus dan juga objek-objeknya ia membentuk suatu pengertian atau konsep-konsep. Kondisi utama yang diperlukan bagi proses berlangsungnya belajar tipe ini ialah terkuasainya kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya.
Tipe VII:Rule Learning (belajar membuat generalisasi, hukum-hukum)
Pada tingkat ini siswa belajar mengadakan kombinasi dari berbagai konsep (pengertian) dengan mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal sehingga siswa dapat membuat konklusi tertentu.
Tipe VIII:Problem Solving (belajar memecahkan masalah)
Pada tingkat ini siswa belajar merumuskan dan memecahkan masalah (memberikan respons terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi problematik) dengan menggunakan berbagai rule yang telah dikuasainya. Menurut John Dewey (Loree,1970:438-439) dalam bukunya How We Think, proses belajar pemecahan masalah itu berlangsung sebagai berikut:
Dewasa ini, para ahli teori belajar telah mencoba mengambarkan cara pendekatan atau system pengajaran atau proses belajar-mengajar. Diantara berbagai system pengajaran yang banyak menarik perhatian orang akhir-akhir ini ialah:
• Enquiry-Discovery Learning (belajar mencari dan menemukan sendiri)
Dalam system belajar-mengajar ini, guru menyajikan bahan pelajaran yang tidak dalam bentuknya yang final. Siswalah yang diberikan kesempatan untuk mencari dan menemukannnya sendiri dengan menggunakan teknik pendekatan pemecahan masalah. Secara garis besar prosedurnya yaitu stimulasi-perumusan masalah-pengumpulan data-analisis data-verifikasi-generalisasi.
System belajar-mengajar ini dikembangkan oleh Bruner (Lefrancois, 1975:121-126). Pendekatan belajar ini sangat cocok untuk materi pelajaran yang bersifat kognitif. Kelemahannya, antara lain memakan waktu yang banyak dan kalau kurang terpimpin dan terarah, dapat menjurus kepada kekaburan atau materi yang dipelajarinya.
• Expository Learning
Dalam sistem ini, guru menyajikan bahan dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi, sistematik, dan lengkap sehingg asiswa tingal menyimak dan mencernanya secara teratur dan tertib. Secara garis besar prosedurnya ialah periapan-petautan-penyajian-evaluasi. Ausubel berpendapat bahwa pada tingkat-tingkat belajar yang lebih tinggi, siswa tidak selau harus mengalami sendiri. Siswa akan mampu dan lebih efisien memperoleh informasi sebanyak-banyaknya dalam tempo sesingkat-singkatnya. Yang penting siswa dikembangkan penguasaannya atas kerangka konsep-konsep dasar atau pla-pola pengertian dasar tentang sesuatu hal sehingga dapat mengorganisasikan data, informasi, dan pengalaman yang bertalian dengan hal tersebut.
• Mastery learning (belajar tuntas)
Proses belajar yang berorientasi pada prinsip mastery learning ini harus dimulai dengan penguasaan bagian terkecil untuk kemudian baru dapat melanjutkan ke dalam satuan (modul) atau unit berikutnya. Atas dasar itu maka dewasa ini telah dikembangkan system pengajaran berprogram dan juga system pengajaran modul, bahkan Computer Assisted Instruction (CAI). Dengan tercapainya tingkat penguasaan hasil pelajaran yang tinggi, maka akan menunjukkan sikap mental yang sehat pada siswa yang bersangkutan.
• Humanistic Education
Teori belajar ini menitikberatkan pada upaya membantu siswa agar ia sanggup mencapai perwujudan diri (self realization) sesuai dengan kemampuan dasar dan keunikan yang dimilikinya. Karakteristik utama metode ini, antara lain bahwa guru hendaknya tidak membuat jarak yang tidak terlalu tajam dengan siswa. Sasaran akhir dari proses belajar mengajar menurut paham ini ialah self actualization yang seoptimal mungkin dari setiap siswa
zul amri
3 Okt 2010
Agama Pada Anak
Agama Pada Anak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; (1) bagaimana pembinaan agama pada anak yang di terapkan TPQ Ar-Rahman Jalan Srikuncoro III Kalibanteng Barat dalam lingkungan lokalisasi Sunan Kuning, (2) bagaimana implementasi pembinaan agama pada anak di TPQ Ar-Rahman Jalan Srikuncoro III Kalibanteng Barat dalam lingkungan lokalisasi Sunan Kuning kaitannya dengan pendidikan agama anak.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam merumuskan hasil penelitian ini dengan mengunakan teknik wawancara, observasi dan informasi dokumenter. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembinaan agama pada anak didik yang dilakukan TPQ Ar-Rahman dalam lingkungan kompleks lokalisasi Sunan Kuning Jalan Srikuncoro III Kalibanteng Barat, bertujuan secara internal adalah tujuan pembinaan bersifat ke dalam hanya dikhususkan terhadap anak-anak yang hidup di lingkungan lokalisasi. Tujuan pembinaan secara eksternal adalah pembinaan terhadap anak-anak yang hidup di lingkungan lokalisasi yang bersifat menumbuhkan, mengembangkan rasa keberagamaan, merubah image masyarakat yang selama ini dianggap sebagai fenomena yang jelek menjadi lebih baik, bahkan kehidupan di lingkungan lokalisasi terdapat kehidupan keberagamaan yang lebih maju. Pembinaan agama yang dilakukan terdapat pola pembinaan yang meliputi: materi pembinaan agama, metode pembinaan agama, dan bentuk hubungan ustadz dengan anak didik. Adapun materi yang disampaikan meliputi: 1). Materi Pokok (Iqra’, Bacaan Gharib/ Muskilat, al-Qur’an dan Tajwid, Menulis (Khath), Bahasa Arab, Fiqih, Aqidah Akhlak, Sejarah Islam; 2). Materi Penunjang (hafalan do’a, hafalan juz ‘amma, hafalan bacaan shalat, praktek ibadah. Dengan menggunakan metode pembinaan agama berupa metode langsung dan metode tidak lansung. Dalam metode langsung terdapat teknik atau metode yang di gunakan meliputi yaitu; 1). Metode sorogan, 2). Metode bandungan, 3). Metode ceramah, 4). Metode bercerita, dan 5). Metode hafalan.
Temuan hasil penelitian pembinaan agama pada anak di TPQ Ar-Rahman dalam lingkungan lokalisasi Sunan Kuning bahwa kondisi tersebut merupakan fenomena kehidupan yang terjadi pada anak didik di TPQ Ar-Rahman dalam lingkungan lokalisasi Sunan Kuning dihadapkan pada berbagai masalah yang bersumber dari lingkungan internal dan ekstrenal yang cukup memprihatinkan. Di mana masalah yang bersumber dari lingkungan internal yaitu anak didik berada pada keluarga yang minim mengenai agama, kondisi orang tua anak didik yang broken home, kebiasaan orang tua yang peminum-minuman keras, dan penjudi. Sedangkan pengaruh lingkungan eksternal bahwa keluarga anak didik tersebut berada di lingkungan lokalisasi Sunan Kuning. Kondisi eksternal sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak didik. Pengaruh besar terhadap anak didik seperti tindak kriminal, kejahatan, pemabok, perjudian, penjaja seks bebas (free sex) dan lain sebagainya, yang mengubah peradaban dan akulturasi budaya non agamis terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak didik.
Pembinaan agama sebagai bentuk yang memformulasikan konsep pendidikan agama Islam dalam tatanan kehidupan manusia sebagaimana yang diterapkan oleh TPQ Ar-Rahman sebagai upaya untuk mengaplikasikan ajaran-ajaran agama yang terkandung dalam al-Qur\\\'an dan as-Sunah. Dengan demikian jelaslah, bahwa Islam mengajarkan kepada manusia untuk melaksanakan pendidikan terhadap anak-anaknya, berdasarkan pandangan bahwa anak sebagai makhluk yang sedang bertumbuh dan berkembang ke arah kedewasaannya, memiliki kemampuan dasar yang dinamis dan responsif terhadap pengaruh dari luar dirinya. Sehingga pembinaan agama pada anak di TPQ Ar-Rahman dalam lingkungan lokalisasi Sunan Kuning kaitannya dengan pendidikan agama memberikan nuansa sejarah pendidikan Islam guna menerapkannya secara optimal dan komprehensif bagi kelangsungan pembinaan agama pada anak ke depan. Peran guru, orang tua dan lingkungan terhadap proses pendidikan Islam sangat erat dalam rangka membentuk pribadi anak yang berlandaskan pada aturan dan hukum ajaran agama yang terdapat dalam al-Qur\\\'an dan al-Hadits, mencetak kader muslim yang intlektual dan dinamis, mempertebal iman dan taqwa kepada Allah SWT.
Penelitian ini merekomendasikan kepada pihak-pihak yang terkait terhadap masalah pendidikan anak, khususnya kepada lembaga TPQ Ar-Rahman, para orang tua, para tokoh agama dan masyarakat setempat (lokalisasi Sunan Kuning), yang kesemuanya itu saling mendukung dan memberikan kontribusi dalam upaya menumbuhkembangkan dan pembinaan anak sesuai dengan tujuan pendidikan agama.
Deskripsi Alternatif :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; (1) bagaimana pembinaan agama pada anak yang di terapkan TPQ Ar-Rahman Jalan Srikuncoro III Kalibanteng Barat dalam lingkungan lokalisasi Sunan Kuning, (2) bagaimana implementasi pembinaan agama pada anak di TPQ Ar-Rahman Jalan Srikuncoro III Kalibanteng Barat dalam lingkungan lokalisasi Sunan Kuning kaitannya dengan pendidikan agama anak.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam merumuskan hasil penelitian ini dengan mengunakan teknik wawancara, observasi dan informasi dokumenter. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembinaan agama pada anak didik yang dilakukan TPQ Ar-Rahman dalam lingkungan kompleks lokalisasi Sunan Kuning Jalan Srikuncoro III Kalibanteng Barat, bertujuan secara internal adalah tujuan pembinaan bersifat ke dalam hanya dikhususkan terhadap anak-anak yang hidup di lingkungan lokalisasi. Tujuan pembinaan secara eksternal adalah pembinaan terhadap anak-anak yang hidup di lingkungan lokalisasi yang bersifat menumbuhkan, mengembangkan rasa keberagamaan, merubah image masyarakat yang selama ini dianggap sebagai fenomena yang jelek menjadi lebih baik, bahkan kehidupan di lingkungan lokalisasi terdapat kehidupan keberagamaan yang lebih maju. Pembinaan agama yang dilakukan terdapat pola pembinaan yang meliputi: materi pembinaan agama, metode pembinaan agama, dan bentuk hubungan ustadz dengan anak didik. Adapun materi yang disampaikan meliputi: 1). Materi Pokok (Iqra’, Bacaan Gharib/ Muskilat, al-Qur’an dan Tajwid, Menulis (Khath), Bahasa Arab, Fiqih, Aqidah Akhlak, Sejarah Islam; 2). Materi Penunjang (hafalan do’a, hafalan juz ‘amma, hafalan bacaan shalat, praktek ibadah. Dengan menggunakan metode pembinaan agama berupa metode langsung dan metode tidak lansung. Dalam metode langsung terdapat teknik atau metode yang di gunakan meliputi yaitu; 1). Metode sorogan, 2). Metode bandungan, 3). Metode ceramah, 4). Metode bercerita, dan 5). Metode hafalan.
Temuan hasil penelitian pembinaan agama pada anak di TPQ Ar-Rahman dalam lingkungan lokalisasi Sunan Kuning bahwa kondisi tersebut merupakan fenomena kehidupan yang terjadi pada anak didik di TPQ Ar-Rahman dalam lingkungan lokalisasi Sunan Kuning dihadapkan pada berbagai masalah yang bersumber dari lingkungan internal dan ekstrenal yang cukup memprihatinkan. Di mana masalah yang bersumber dari lingkungan internal yaitu anak didik berada pada keluarga yang minim mengenai agama, kondisi orang tua anak didik yang broken home, kebiasaan orang tua yang peminum-minuman keras, dan penjudi. Sedangkan pengaruh lingkungan eksternal bahwa keluarga anak didik tersebut berada di lingkungan lokalisasi Sunan Kuning. Kondisi eksternal sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak didik. Pengaruh besar terhadap anak didik seperti tindak kriminal, kejahatan, pemabok, perjudian, penjaja seks bebas (free sex) dan lain sebagainya, yang mengubah peradaban dan akulturasi budaya non agamis terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak didik.
Pembinaan agama sebagai bentuk yang memformulasikan konsep pendidikan agama Islam dalam tatanan kehidupan manusia sebagaimana yang diterapkan oleh TPQ Ar-Rahman sebagai upaya untuk mengaplikasikan ajaran-ajaran agama yang terkandung dalam al-Qur\\\'an dan as-Sunah. Dengan demikian jelaslah, bahwa Islam mengajarkan kepada manusia untuk melaksanakan pendidikan terhadap anak-anaknya, berdasarkan pandangan bahwa anak sebagai makhluk yang sedang bertumbuh dan berkembang ke arah kedewasaannya, memiliki kemampuan dasar yang dinamis dan responsif terhadap pengaruh dari luar dirinya. Sehingga pembinaan agama pada anak di TPQ Ar-Rahman dalam lingkungan lokalisasi Sunan Kuning kaitannya dengan pendidikan agama memberikan nuansa sejarah pendidikan Islam guna menerapkannya secara optimal dan komprehensif bagi kelangsungan pembinaan agama pada anak ke depan. Peran guru, orang tua dan lingkungan terhadap proses pendidikan Islam sangat erat dalam rangka membentuk pribadi anak yang berlandaskan pada aturan dan hukum ajaran agama yang terdapat dalam al-Qur\\\'an dan al-Hadits, mencetak kader muslim yang intlektual dan dinamis, mempertebal iman dan taqwa kepada Allah SWT.
Penelitian ini merekomendasikan kepada pihak-pihak yang terkait terhadap masalah pendidikan anak, khususnya kepada lembaga TPQ Ar-Rahman, para orang tua, para tokoh agama dan masyarakat setempat (lokalisasi Sunan Kuning), yang kesemuanya itu saling mendukung dan memberikan kontribusi dalam upaya menumbuhkembangkan dan pembinaan anak sesuai dengan tujuan pendidikan agama.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; (1) bagaimana pembinaan agama pada anak yang di terapkan TPQ Ar-Rahman Jalan Srikuncoro III Kalibanteng Barat dalam lingkungan lokalisasi Sunan Kuning, (2) bagaimana implementasi pembinaan agama pada anak di TPQ Ar-Rahman Jalan Srikuncoro III Kalibanteng Barat dalam lingkungan lokalisasi Sunan Kuning kaitannya dengan pendidikan agama anak.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam merumuskan hasil penelitian ini dengan mengunakan teknik wawancara, observasi dan informasi dokumenter. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembinaan agama pada anak didik yang dilakukan TPQ Ar-Rahman dalam lingkungan kompleks lokalisasi Sunan Kuning Jalan Srikuncoro III Kalibanteng Barat, bertujuan secara internal adalah tujuan pembinaan bersifat ke dalam hanya dikhususkan terhadap anak-anak yang hidup di lingkungan lokalisasi. Tujuan pembinaan secara eksternal adalah pembinaan terhadap anak-anak yang hidup di lingkungan lokalisasi yang bersifat menumbuhkan, mengembangkan rasa keberagamaan, merubah image masyarakat yang selama ini dianggap sebagai fenomena yang jelek menjadi lebih baik, bahkan kehidupan di lingkungan lokalisasi terdapat kehidupan keberagamaan yang lebih maju. Pembinaan agama yang dilakukan terdapat pola pembinaan yang meliputi: materi pembinaan agama, metode pembinaan agama, dan bentuk hubungan ustadz dengan anak didik. Adapun materi yang disampaikan meliputi: 1). Materi Pokok (Iqra’, Bacaan Gharib/ Muskilat, al-Qur’an dan Tajwid, Menulis (Khath), Bahasa Arab, Fiqih, Aqidah Akhlak, Sejarah Islam; 2). Materi Penunjang (hafalan do’a, hafalan juz ‘amma, hafalan bacaan shalat, praktek ibadah. Dengan menggunakan metode pembinaan agama berupa metode langsung dan metode tidak lansung. Dalam metode langsung terdapat teknik atau metode yang di gunakan meliputi yaitu; 1). Metode sorogan, 2). Metode bandungan, 3). Metode ceramah, 4). Metode bercerita, dan 5). Metode hafalan.
Temuan hasil penelitian pembinaan agama pada anak di TPQ Ar-Rahman dalam lingkungan lokalisasi Sunan Kuning bahwa kondisi tersebut merupakan fenomena kehidupan yang terjadi pada anak didik di TPQ Ar-Rahman dalam lingkungan lokalisasi Sunan Kuning dihadapkan pada berbagai masalah yang bersumber dari lingkungan internal dan ekstrenal yang cukup memprihatinkan. Di mana masalah yang bersumber dari lingkungan internal yaitu anak didik berada pada keluarga yang minim mengenai agama, kondisi orang tua anak didik yang broken home, kebiasaan orang tua yang peminum-minuman keras, dan penjudi. Sedangkan pengaruh lingkungan eksternal bahwa keluarga anak didik tersebut berada di lingkungan lokalisasi Sunan Kuning. Kondisi eksternal sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak didik. Pengaruh besar terhadap anak didik seperti tindak kriminal, kejahatan, pemabok, perjudian, penjaja seks bebas (free sex) dan lain sebagainya, yang mengubah peradaban dan akulturasi budaya non agamis terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak didik.
Pembinaan agama sebagai bentuk yang memformulasikan konsep pendidikan agama Islam dalam tatanan kehidupan manusia sebagaimana yang diterapkan oleh TPQ Ar-Rahman sebagai upaya untuk mengaplikasikan ajaran-ajaran agama yang terkandung dalam al-Qur\\\'an dan as-Sunah. Dengan demikian jelaslah, bahwa Islam mengajarkan kepada manusia untuk melaksanakan pendidikan terhadap anak-anaknya, berdasarkan pandangan bahwa anak sebagai makhluk yang sedang bertumbuh dan berkembang ke arah kedewasaannya, memiliki kemampuan dasar yang dinamis dan responsif terhadap pengaruh dari luar dirinya. Sehingga pembinaan agama pada anak di TPQ Ar-Rahman dalam lingkungan lokalisasi Sunan Kuning kaitannya dengan pendidikan agama memberikan nuansa sejarah pendidikan Islam guna menerapkannya secara optimal dan komprehensif bagi kelangsungan pembinaan agama pada anak ke depan. Peran guru, orang tua dan lingkungan terhadap proses pendidikan Islam sangat erat dalam rangka membentuk pribadi anak yang berlandaskan pada aturan dan hukum ajaran agama yang terdapat dalam al-Qur\\\'an dan al-Hadits, mencetak kader muslim yang intlektual dan dinamis, mempertebal iman dan taqwa kepada Allah SWT.
Penelitian ini merekomendasikan kepada pihak-pihak yang terkait terhadap masalah pendidikan anak, khususnya kepada lembaga TPQ Ar-Rahman, para orang tua, para tokoh agama dan masyarakat setempat (lokalisasi Sunan Kuning), yang kesemuanya itu saling mendukung dan memberikan kontribusi dalam upaya menumbuhkembangkan dan pembinaan anak sesuai dengan tujuan pendidikan agama.
Deskripsi Alternatif :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; (1) bagaimana pembinaan agama pada anak yang di terapkan TPQ Ar-Rahman Jalan Srikuncoro III Kalibanteng Barat dalam lingkungan lokalisasi Sunan Kuning, (2) bagaimana implementasi pembinaan agama pada anak di TPQ Ar-Rahman Jalan Srikuncoro III Kalibanteng Barat dalam lingkungan lokalisasi Sunan Kuning kaitannya dengan pendidikan agama anak.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam merumuskan hasil penelitian ini dengan mengunakan teknik wawancara, observasi dan informasi dokumenter. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembinaan agama pada anak didik yang dilakukan TPQ Ar-Rahman dalam lingkungan kompleks lokalisasi Sunan Kuning Jalan Srikuncoro III Kalibanteng Barat, bertujuan secara internal adalah tujuan pembinaan bersifat ke dalam hanya dikhususkan terhadap anak-anak yang hidup di lingkungan lokalisasi. Tujuan pembinaan secara eksternal adalah pembinaan terhadap anak-anak yang hidup di lingkungan lokalisasi yang bersifat menumbuhkan, mengembangkan rasa keberagamaan, merubah image masyarakat yang selama ini dianggap sebagai fenomena yang jelek menjadi lebih baik, bahkan kehidupan di lingkungan lokalisasi terdapat kehidupan keberagamaan yang lebih maju. Pembinaan agama yang dilakukan terdapat pola pembinaan yang meliputi: materi pembinaan agama, metode pembinaan agama, dan bentuk hubungan ustadz dengan anak didik. Adapun materi yang disampaikan meliputi: 1). Materi Pokok (Iqra’, Bacaan Gharib/ Muskilat, al-Qur’an dan Tajwid, Menulis (Khath), Bahasa Arab, Fiqih, Aqidah Akhlak, Sejarah Islam; 2). Materi Penunjang (hafalan do’a, hafalan juz ‘amma, hafalan bacaan shalat, praktek ibadah. Dengan menggunakan metode pembinaan agama berupa metode langsung dan metode tidak lansung. Dalam metode langsung terdapat teknik atau metode yang di gunakan meliputi yaitu; 1). Metode sorogan, 2). Metode bandungan, 3). Metode ceramah, 4). Metode bercerita, dan 5). Metode hafalan.
Temuan hasil penelitian pembinaan agama pada anak di TPQ Ar-Rahman dalam lingkungan lokalisasi Sunan Kuning bahwa kondisi tersebut merupakan fenomena kehidupan yang terjadi pada anak didik di TPQ Ar-Rahman dalam lingkungan lokalisasi Sunan Kuning dihadapkan pada berbagai masalah yang bersumber dari lingkungan internal dan ekstrenal yang cukup memprihatinkan. Di mana masalah yang bersumber dari lingkungan internal yaitu anak didik berada pada keluarga yang minim mengenai agama, kondisi orang tua anak didik yang broken home, kebiasaan orang tua yang peminum-minuman keras, dan penjudi. Sedangkan pengaruh lingkungan eksternal bahwa keluarga anak didik tersebut berada di lingkungan lokalisasi Sunan Kuning. Kondisi eksternal sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak didik. Pengaruh besar terhadap anak didik seperti tindak kriminal, kejahatan, pemabok, perjudian, penjaja seks bebas (free sex) dan lain sebagainya, yang mengubah peradaban dan akulturasi budaya non agamis terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak didik.
Pembinaan agama sebagai bentuk yang memformulasikan konsep pendidikan agama Islam dalam tatanan kehidupan manusia sebagaimana yang diterapkan oleh TPQ Ar-Rahman sebagai upaya untuk mengaplikasikan ajaran-ajaran agama yang terkandung dalam al-Qur\\\'an dan as-Sunah. Dengan demikian jelaslah, bahwa Islam mengajarkan kepada manusia untuk melaksanakan pendidikan terhadap anak-anaknya, berdasarkan pandangan bahwa anak sebagai makhluk yang sedang bertumbuh dan berkembang ke arah kedewasaannya, memiliki kemampuan dasar yang dinamis dan responsif terhadap pengaruh dari luar dirinya. Sehingga pembinaan agama pada anak di TPQ Ar-Rahman dalam lingkungan lokalisasi Sunan Kuning kaitannya dengan pendidikan agama memberikan nuansa sejarah pendidikan Islam guna menerapkannya secara optimal dan komprehensif bagi kelangsungan pembinaan agama pada anak ke depan. Peran guru, orang tua dan lingkungan terhadap proses pendidikan Islam sangat erat dalam rangka membentuk pribadi anak yang berlandaskan pada aturan dan hukum ajaran agama yang terdapat dalam al-Qur\\\'an dan al-Hadits, mencetak kader muslim yang intlektual dan dinamis, mempertebal iman dan taqwa kepada Allah SWT.
Penelitian ini merekomendasikan kepada pihak-pihak yang terkait terhadap masalah pendidikan anak, khususnya kepada lembaga TPQ Ar-Rahman, para orang tua, para tokoh agama dan masyarakat setempat (lokalisasi Sunan Kuning), yang kesemuanya itu saling mendukung dan memberikan kontribusi dalam upaya menumbuhkembangkan dan pembinaan anak sesuai dengan tujuan pendidikan agama.
27 Sep 2010
HADIST TENTANG REALISASI KEIMANAN
HADITS TENTANG REALISASI KEIMANAN
A. Pendahuluan
Di era globalisasi ini umat manusia sangat banyak yang jauh dari syaria’at Islam sehingga terkadang sering terjadi kesalahan tanpa di sadari oleh umat manusia itu sendiri. Padahal di dalam Islam sangat dianjurkan seseorang itu memasuki Islam secara kaffah (keseluruhan) bukan setengah-setengah. Bahkan seluruh ajaran Islam itu harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari agar tidak sia-sia dan berjalan pada relnya.
Tetapi pada saat sekarang ini karena dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan ilmu-ilmu Islam diharapkan bisa meminimalisir kejadian-kejadia seperti yang di atas. Karena banyak sekali orang yang mengaku-ngaku dirinya orang yang beriman dan bertaqwa. Dan bahkan dia mengatakan dirinya orang yang baik. Tetapi ketika kita telusuri kita perhatikan kehidupannya ternyata masih jauh dari harapan Islam. Keimanannya itu masih kita pertanyakan karena tidak sesuai dengan realisasi keimanan tersebut.
Atas dasar itulah penulis akan mencoba membahas dalam makalah yang sederhana ini betapa urgennya kita mengetahui tentang “Hadits tentang realisasi keimanan” agar lebih terarah dan untuk kepentingan kita bersama. Maka penulis akan memaparkan dalam makalah ini tentang pengertian memiliki rasa malu yang tinggi, tujuan memiliki rasa malu yang tinggi, serta memiliki solidaritas yang tinggi sama orang beriman.
Mudah-mudahan makalah yang singkat ini ada manfaatnya bagi kita bersama khususnya penulis sendiri. Namun penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kejanggalan disebabkan karena keterbatasan ilmu penulis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran dari rekan-rekan semua utamanya pada dosen pembimbing, yaitu saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
B. Memiliki Rasa Malu yang Tinggi
1. Pengertian Memiliki Rasa Yang Tinggi
Memiliki rasa malu yang tinggi adalah salah satu unsur pendorong yang kuat bagi seseorang untuk berlawanan baik, dan menjauhi yang buruk dan yang jahat, sehingga ia menjadi orang yang tingkah lakunya dan sikapnya dalam bergaul bersih, sopan dan ramah tamah. Ia tidak akan berdusta dalam percakapan, tidak akan menghianati orang dan tidak memperturutkan hawa nafsunya melakukan hal-hal yang tidak diridhai oleh Allah serta perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma moral dan akhlak yang luhur. Rasulullah SAW bersabda:
حديث ابن عمر ان رسول الله صلى ا لله عليه وسلم مر على دجلا من ا لابصار و هويعظا ا خاه فى اسياء فقال رسول ا لله صلى ا لله عليه وسلم دعه فان اسياء من ا لايمان
Artinya: “Hadits ibnu Umar, bahwasanya Rasulullah SAW melewati seorang laki-laki dari Ansor, dan ia menasehati saudaranya karena malu, maka berkata Rasulullah SAW, biarkan dia sesungguhnya malu itu adalah sebagian dari iman”.
Karena pengaruh dan buah yang baik yang dapat dibuahkan oleh sifat memuwai rasa malu yang tinggi bagi kehidupan manusia, maka Islam menempatkan sifat itu di tempat teratur di antara sifat-sifat akhlak-akhlak yang diajarkan oleh agama.bersabda Rasulullah SAW:
ان لكل دين حلقا و خلق الاسلام الحياء
Artinya: “Tiap agama mempunyai (akhlak) budi pekerti yang menonjol dan budi pekerti Islam ialah sifat malu”.
2. Tujuan Memiliki Rasa Malu Yang Tinggi
a. Memiliki rasa malu yang tinggi membuat kita ke jalan kebaikan.
b. Sifat kemalu-maluan itu bagian dari iman dan iman tempatnya di surga. Sedang ketidak maluan adalah bahagian dari kekerasan dan kebaikan hati yang akan mengantarkan orang ke neraka.
C. Memiliki Rasa Solidaritas Yang Tinggi sama Orang Beriman
Islam mengikat semua individu dalam masyarakat atas dasar persamaan kepentingan. Islam memperkokoh perasaan sulung buntu dan setia kawan dan memiliki solidaritas yang tinggi sama orang beriman. Rasulullah SAW bersabda:
ان انس بن مالك رضي ا لله عنه, عنى النبى صلى الله عليه وسلم قال: لا يؤ من احدكم حتى يحب لاءخيه مايحب لنفسه
Artinya: “Dari Anas bin Malik meridhai Allah daripadanya, Nabi SAW bersabda, tidak akan sempurna iman seseorang, sehingga ia suka (cinta) untuk saudaranya (sesama muslim) apa yang ia suka untuk dirinya sediri”.
Islam memperkokoh perasaan saling bantu dan serta kawan (solidaritas) dan memperteguh kesadaran memiliki kewajiban bersama untuk kepentingan bersama. Islam menghendaki agar kehidupan manusia berlangsung atas landasan solidaritas, tidak menyulitkan orang lain, saling membantu antara sesama muslim.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa solidaritas ialah setia kawan artinya rela berkorban atau bersedia dan ikhlas baik dalam menerima ataupun memberikan sesuatu yang kita miliki, baik itu harta, benda ataupun nyawa, untuk suatu kepentingan yang besar dan lebih mulia. Karena itu, seorang yang bersolidaritas (setia kawan), ia tidak akan mementingkan diri, keluarga atau kelompoknya sendiri, tetapi lebih memikirkan dan lebih mengutamakan kepentingan yang lebih besar. Yaitu kemaslahatan umat manusia, terutama umat Islam secara keseluruhan.
Solidaritas merupakan salah satu perilaku terpuji yang sangat dianjurkan oleh ajaran Islam. Seorang yang bersolidaritas yang tinggi, ia bersedia berbagai rezki kepada sesama muslim, terutama saudara-saudara kita yang sangat membutuhkan pertolongan.
Firman Allah SWT dalam surah al-Imaran ayat 92:
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai...”
Q.S. al-Imran ayat 92).
D. Kesimpulan
Memiliki rasa malu yang tinggi adalah salah satu unsur pendorong yang kuat bagi seseorang untuk berlawanan baik, dan menjauhi yang buruk dan yang jahat, sehingga ia menjadi orang yang tingkah lakunya dan sikapnya dalam bergaul bersih, sopan dan ramah tamah. Ada dua tujuan memiliki rasa malu yang tinggi yaitu:
a. Memiliki rasa malu yang tinggi membuat kita ke jalan kebaikan.
b. Sifat kemalu-maluan itu bagian dari iman dan iman tempatnya di surga. Sedang ketidak maluan adalah bahagian dari kekerasan dan kebaikan hati yang akan mengantarkan orang ke neraka.
Dalam ajarabn Islam sudah diatur segala aspek kehidupan dalam merealisasikan keimanan ini seseorang harus bisa mengorbankan semua, harta, benda bahkan nyawanya. Karena seorang muslim yang beriman harus bisa menyayangi orang lain seperti dirinya sendiri. Artinya seorang muslim harus mempunyai solidaritas yang tinggi bagi yang beriman.
A. Pendahuluan
Di era globalisasi ini umat manusia sangat banyak yang jauh dari syaria’at Islam sehingga terkadang sering terjadi kesalahan tanpa di sadari oleh umat manusia itu sendiri. Padahal di dalam Islam sangat dianjurkan seseorang itu memasuki Islam secara kaffah (keseluruhan) bukan setengah-setengah. Bahkan seluruh ajaran Islam itu harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari agar tidak sia-sia dan berjalan pada relnya.
Tetapi pada saat sekarang ini karena dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan ilmu-ilmu Islam diharapkan bisa meminimalisir kejadian-kejadia seperti yang di atas. Karena banyak sekali orang yang mengaku-ngaku dirinya orang yang beriman dan bertaqwa. Dan bahkan dia mengatakan dirinya orang yang baik. Tetapi ketika kita telusuri kita perhatikan kehidupannya ternyata masih jauh dari harapan Islam. Keimanannya itu masih kita pertanyakan karena tidak sesuai dengan realisasi keimanan tersebut.
Atas dasar itulah penulis akan mencoba membahas dalam makalah yang sederhana ini betapa urgennya kita mengetahui tentang “Hadits tentang realisasi keimanan” agar lebih terarah dan untuk kepentingan kita bersama. Maka penulis akan memaparkan dalam makalah ini tentang pengertian memiliki rasa malu yang tinggi, tujuan memiliki rasa malu yang tinggi, serta memiliki solidaritas yang tinggi sama orang beriman.
Mudah-mudahan makalah yang singkat ini ada manfaatnya bagi kita bersama khususnya penulis sendiri. Namun penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kejanggalan disebabkan karena keterbatasan ilmu penulis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran dari rekan-rekan semua utamanya pada dosen pembimbing, yaitu saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
B. Memiliki Rasa Malu yang Tinggi
1. Pengertian Memiliki Rasa Yang Tinggi
Memiliki rasa malu yang tinggi adalah salah satu unsur pendorong yang kuat bagi seseorang untuk berlawanan baik, dan menjauhi yang buruk dan yang jahat, sehingga ia menjadi orang yang tingkah lakunya dan sikapnya dalam bergaul bersih, sopan dan ramah tamah. Ia tidak akan berdusta dalam percakapan, tidak akan menghianati orang dan tidak memperturutkan hawa nafsunya melakukan hal-hal yang tidak diridhai oleh Allah serta perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma moral dan akhlak yang luhur. Rasulullah SAW bersabda:
حديث ابن عمر ان رسول الله صلى ا لله عليه وسلم مر على دجلا من ا لابصار و هويعظا ا خاه فى اسياء فقال رسول ا لله صلى ا لله عليه وسلم دعه فان اسياء من ا لايمان
Artinya: “Hadits ibnu Umar, bahwasanya Rasulullah SAW melewati seorang laki-laki dari Ansor, dan ia menasehati saudaranya karena malu, maka berkata Rasulullah SAW, biarkan dia sesungguhnya malu itu adalah sebagian dari iman”.
Karena pengaruh dan buah yang baik yang dapat dibuahkan oleh sifat memuwai rasa malu yang tinggi bagi kehidupan manusia, maka Islam menempatkan sifat itu di tempat teratur di antara sifat-sifat akhlak-akhlak yang diajarkan oleh agama.bersabda Rasulullah SAW:
ان لكل دين حلقا و خلق الاسلام الحياء
Artinya: “Tiap agama mempunyai (akhlak) budi pekerti yang menonjol dan budi pekerti Islam ialah sifat malu”.
2. Tujuan Memiliki Rasa Malu Yang Tinggi
a. Memiliki rasa malu yang tinggi membuat kita ke jalan kebaikan.
b. Sifat kemalu-maluan itu bagian dari iman dan iman tempatnya di surga. Sedang ketidak maluan adalah bahagian dari kekerasan dan kebaikan hati yang akan mengantarkan orang ke neraka.
C. Memiliki Rasa Solidaritas Yang Tinggi sama Orang Beriman
Islam mengikat semua individu dalam masyarakat atas dasar persamaan kepentingan. Islam memperkokoh perasaan sulung buntu dan setia kawan dan memiliki solidaritas yang tinggi sama orang beriman. Rasulullah SAW bersabda:
ان انس بن مالك رضي ا لله عنه, عنى النبى صلى الله عليه وسلم قال: لا يؤ من احدكم حتى يحب لاءخيه مايحب لنفسه
Artinya: “Dari Anas bin Malik meridhai Allah daripadanya, Nabi SAW bersabda, tidak akan sempurna iman seseorang, sehingga ia suka (cinta) untuk saudaranya (sesama muslim) apa yang ia suka untuk dirinya sediri”.
Islam memperkokoh perasaan saling bantu dan serta kawan (solidaritas) dan memperteguh kesadaran memiliki kewajiban bersama untuk kepentingan bersama. Islam menghendaki agar kehidupan manusia berlangsung atas landasan solidaritas, tidak menyulitkan orang lain, saling membantu antara sesama muslim.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa solidaritas ialah setia kawan artinya rela berkorban atau bersedia dan ikhlas baik dalam menerima ataupun memberikan sesuatu yang kita miliki, baik itu harta, benda ataupun nyawa, untuk suatu kepentingan yang besar dan lebih mulia. Karena itu, seorang yang bersolidaritas (setia kawan), ia tidak akan mementingkan diri, keluarga atau kelompoknya sendiri, tetapi lebih memikirkan dan lebih mengutamakan kepentingan yang lebih besar. Yaitu kemaslahatan umat manusia, terutama umat Islam secara keseluruhan.
Solidaritas merupakan salah satu perilaku terpuji yang sangat dianjurkan oleh ajaran Islam. Seorang yang bersolidaritas yang tinggi, ia bersedia berbagai rezki kepada sesama muslim, terutama saudara-saudara kita yang sangat membutuhkan pertolongan.
Firman Allah SWT dalam surah al-Imaran ayat 92:
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai...”
Q.S. al-Imran ayat 92).
D. Kesimpulan
Memiliki rasa malu yang tinggi adalah salah satu unsur pendorong yang kuat bagi seseorang untuk berlawanan baik, dan menjauhi yang buruk dan yang jahat, sehingga ia menjadi orang yang tingkah lakunya dan sikapnya dalam bergaul bersih, sopan dan ramah tamah. Ada dua tujuan memiliki rasa malu yang tinggi yaitu:
a. Memiliki rasa malu yang tinggi membuat kita ke jalan kebaikan.
b. Sifat kemalu-maluan itu bagian dari iman dan iman tempatnya di surga. Sedang ketidak maluan adalah bahagian dari kekerasan dan kebaikan hati yang akan mengantarkan orang ke neraka.
Dalam ajarabn Islam sudah diatur segala aspek kehidupan dalam merealisasikan keimanan ini seseorang harus bisa mengorbankan semua, harta, benda bahkan nyawanya. Karena seorang muslim yang beriman harus bisa menyayangi orang lain seperti dirinya sendiri. Artinya seorang muslim harus mempunyai solidaritas yang tinggi bagi yang beriman.
Thoharoh
THOHAROH
BAB I
PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang suci, dan juga agama rahmat bagi sekalian alam, maka salah satu bukti bahwa Islam rahmat bagi sekalian alam, sangat peduli tentang kebersihan, bahkan shalat adalah rukun Islam yang kedua, ketika seorang hamba ingin mengerjakan ibadah tersebut salah satu syarat syahnya adalah harus suci daripada hadast dan najis.
Baik firman Allah SWT atau hadist Rasulullah SAW sangat banyak yang menjelaskan tentang kebersihan. Dan bahkan kebersihan itu adalah sebagian daripada iman. Jadi pada hakikatnya Islam itu sangat indah kalau kita aplikasikan sebagai pedoman hidup kita serta kita laksanakan dengan secara kaffah atau menyeluruh.
Thoharoh adalah bersih atau suci serta suci daripada hadast dan najis. Dalam thoharoh ini sangat urgen sekali untuk dipelajari dan bagaimana sebernarnya thoharoh yang baik dan benar, bagaimana cara membersihkannya, apa itu najis, bagaimana najis dan lain sebagainya.
Maka atas dasar itulah penulis ingin mengupas dalam makalah ini tentang thoharoh, betapa urgennya untuk kita ketahui demi untuk kepentingan kita bersama, maka dalam makalah yang singkat ini penulis ingin memaparkan tentanag pengertian thoharoh, cara berwhudu, syarat-syarat fardhu berwhudu, rukun berwhudu, sunnat berwhudu, dan hal-hal yang membatalkan whudu.
Mudah-mudahan makalah ini ada manfaatnya bagi kita semua khsusnya bagi penulis sendiri, dan mudah-mudahan dengan tampilnya makalah ini ibadah dan cara beribadah kita kepada Allah SWT semakin baik dan benar. Amin...amin...amin... ya rabbal alamin
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Thoharoh/ Bersuci
Thoharoh/ bersuci menurut bahasa artinya bersih sedang menurut syari’at ialah suci dari hadast dan najis. Allah Ta’ala berfirman:
Artinya: “... Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan dirinya”.
Berkenaan dengan kebersihan, Islam adalah agama yang sangat mengutamakannya, sehingga salah satu syarat sah ibadah shalat adalah suci dari hadast dan najis.
Rasulullah SAW bersabda:
لا يقبل الله صلاة بغير طهور
Artinya: “Allah tidak menerima shalat yang tidak dengan suci”.
Menurut pendapat yang lain bahwa thoharoh berarti bersih (nadlafah), suci (natahah) terbebas (khulus) dari kotoran (danas). Sedangkan menurut syara’ thoharoh ialah mengangkat (menghilangkan) penghalang yang timbul dari hadast atau najis. Dengan demikian thoharoh syar’i terbagi 2 macam yaitu thoharoh dari hadast dan thoharoh dari najis.
Menurut pendapat yang lain lagi bahwa thoharoh menurut bahasa artinya “bersih” sedang menurut syara’ berarti bersih dari hadast dan najis. Bersuci karena hadast hanya dibagian badan saja, hadast ada 2 yaitu: hadas besar dan hadast kecil. Menghilangkan hadast besar yaitu dengan mandi dan tayammum, sedangkan menghilangkan hadast kecil yaitu dengan whudu’ atau tayammum, bersuci dari najis berlaku pada badan, pakaian dan tempat. Cara menghilangkannya harus dicuci dengan air suci dan menusucikan.
1. Najis
Yang dimaksud najis ialah kotoran. Setiap najis pastilah kotor tetapi tidak semua kotoran termasuk najis. Najis (najasah) menurut bahasa artinya kotoran, sedangkan menurut syara’ berarti yang mencegah sahnya shalat, seperti air kencing dan sebagainya. Najis dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
a. Najis Mughanizah: yaitu najis yang berat, yakni najis yang timbul dari anjing dan babi.
Cara mensucikannya ialah lebih dahulu dihilangkan wujud benda najis itu, kemudian baru dicuci bersih dengan air sampai tujuh kali dan permulaan diantara pensucian itu dicuci dengan air yang bercampur dengan tanah.
Cara ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
طهورانا احد كم اذا ولغ فيه ا لكلب ان يغسله سبع مرات اولاهن او اخراهن با لتراب. (رواه الترمذى)
Artinya: “sucinya tempat (perkasmu) apabila dijilat anjing adalah mencucinya tujuh kali, permulaan atau penghabisan diantara pensucian itu dicuci dengan air yang bercampur tanah”.
b. Najis Mukhallaf, ialah najis yang ringan, seperti air kencing bayi laki-laki yang umurnya kurang dari dua tahun dan belum makan apa-apa kecuali air susu ibunya.
Cara menghilangkannya cukup dengan memercikkan air pada benda yang kena najis itu sampai bersih.
Rasulullah SAW bersabda:
يغسل من بول الحيا ر ية ويرش من بو ل الغلام (رواه ابو داود والنسائ)
Artinya: “Barang yang terkena air kencing anak perempuan harus dicuci, sedang bila terkena air kencing anak laki-laki cukuplah dengan memercikkan air padanya”.
c. Najis Mutawassithah (sedang), yaitu kotoran seperti kotoran manusia atau binatang, air kencing, nanah, darah, bangkai (selain bangkai ikan, belalang dan mayat manusia) dan najis-najis yang lain selain yang tersebut ini dapat dibagi menjadi 2 bagian:
1). Najis ‘ainiyah: yaitu najis yang yang bendanya berwujud. Cara mensucikannya dengan menghilangkan zatnya lebih dahulu, hingga hilang rasa, bau dan warnanya, kemudian menyiramnya dengan air sampai bersih.
2). Najis hukmiyah: yaitu najis yang tidak terwujud bendanya, seperti bekas kencing, arak yang sudah kering. Caranya mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada bekas najis itu.
d. Najis yang dapat dimaafkan:
Najis yang dapat dimaafkan antara lain:
1) Bangkai binatang yang darahnya tidak mengalir, seperti nyamuk, kutu busuk dan sebagainya.
2) Najis yang sedikit sekali.
3) Nanah atau darah dari kudis atau bisulnya sendiri yang belumsembuh.
4) Debu yang campur najis dan lain-lainnya yang sukar dihindarkan.
B. Cara Berwhudu
Wudhu menurut bahasa artinya “Bersih dan Indah”, sedang menurut syara’, ialah membersihkan anggota whudu untuk menghilangkan hadast kecil. Orang yang hendak melaksanakan shalat, wajib terlebih dahulu berwdhu, karena menjadi syarat shalat. Allah SWT berfirman:
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai kedua mata kaki”. (al-Maidah: 6)
1. Syarat-syarat Fardhu Whudu
Jika ditinggalkan salah satunya, whudunya tidak sah:
a. Islam
b. Mumayyiz, artinya orang yang sudah dapat membedakan antara baik dan buruk dari pekerjaan yang dikerjakannya, sebab itu harus baligh (dewasa) dan berakal (sehat akalnya).
c. Tidak berhadast besar, kecuali whudunya diniatkan untuk mandi wajib.
d. Dengan air yang suci mensucikan.
e. Tidak ada yang menghalangi sampainya air kepada kulit (anggota whudu). Misalnya penghalang itu berupa getah cat dan sebagainya.
2. Rukun Fardu Whudu
a. Niat Whudu artinya berniat menghilangkan hadast kecil. Cara melakukannya tepat pada waktu membasuh muka.
b. Membasuh muka, batas muka yang wajib dibasuh ialah dari tempat tumbuh rambut kepala sebelah atas hingga tulang dahu sebelah bawah, dan antara telinga kiri sampai telinga kanan, tidak boleh ketinggalan sedikitpun, bahkan wajib dilebihkan sedikit agar kita yakin terbasuh semuanya.
c. Membasuh kedua tangan sampai dengan siku-siku.
d. Menyapu atau mengusap sebagian kepala, walau sebagian kecil, sebaiknya tidak kurang dari selebar ubun-ubun, baik yang diusap itu kulit kepala atau rambutnya.
e. Membasuh kedua kaki sampai dengan dua mata kaki.
f. Tertib, artinya menerbitkan rukun-rukun di atas, mendahulukan yang seharusnya dudahulukan dan mengakhirkan yang seharusnya diakhirkan.
3. Sunnat Whudu
Untuk lebih menyempurnakan whudu disunatkan pula melakukan pekerjaan sebagai berikut:
a. Membaca Basmalah (Bismillahirrahmaanirrahiim) pada permulaan whudu.
b. Menghadap kiblat.
c. Menggosok giig sebelum berwhudu, selain dari orang puasa sesudah tergelincir matahari (pada waktu dzuhur).
d. Membaca dua kalimat syahadat sebelum berwhudu.
e. Mendahulukan anggota kanan dari pada yang kiri.
f. Membasuh dua telapak tangan sampai pergelangan.
g. Berkumur-kumu.
h. Membasuh lubang hidung sebelum berniat.
i. Menyapu seluruh kepala dengan air.
j. Menyapu seluruh telinga luar dan dalam.
k. Menyilang-nyilangi anak jari kedua tangan dengan cara berpenca dan menyilang-nyilangi anak jari kaki dimulai kelingking kaki kanan disudahi pada kelingking kaki kiri. Menyilang-nyilangi seperti ini akan menjadi wajib, apabila memang air tidak bisa sampai pada sela-sela jari melainkan harus dengan cara disilangi.
l. Jangan minta pertolongan orang lain, kecuali jika terpaksa karena berhalangan seperti sakit.
m. Menggosok anggota whudu agar menjadi lebih bersih
n. Menjaga supaya percikan air bekar untuk berwhudu tidak kembali ke badan.
o. Jangan bercakap-cakap sewaktu berwhudu kecuali ada hajat.
p. Membaca doa sesudah whudu.
4. Hal-hal Yang Membatalkan Whudu
Seseorang yang sudah berwhudu boleh mengerjakan shalat beberapa waktu atau beberapa macam shalat sunnat selama whudunya belum batal (rusak).
Sedang hal-hal yang membatalkan whudu ialah:
a. Keluar sesuatu dari dua pintu (kubul dan dubur) atau dari salah satunya, baik berupa zat angin. Misalnya buang air kecil maupun buang air besar atau keluar angin.
b. Hilang akal sebab gila, pingsan, mabuk atau tidur nyenyak.
c. Bersentuh kulit laki-laki dengan kulit perempuan dalam keadaan keduanya suadah sampai umur (dewasa) dan bukan muhrim. Muhrim artinya keluarga yang tidak boleh dinikahi.
d. Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan telapak tangan baik kemaluan orang lain atau kemaluan sendiri, kemaluan orang dewasa atau kemaluan anak-anak.
5. Cara berwhudu
Sebelum berwhudu lebih dahulu harus membersihkan najis yang ada pada badan. Cara mengerjakan whudu sebagai berikut:
a. Membaca basmalah
“Bismillaahirrahmaanirrahiim”
Artinya: “ Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang”.
Seraya mencuci kedua tangan sampai pergelangan tangan hingga bersih.
b. Selesai membersihkan tangan lalu berkumur-kumur tiga kali sambil membersihkan gigi.
c. Selesai berkumur kemudian mencuci lubang hidung sebanyak tiga kali.
d. Selesai mencuci lubang hidung, kemudian membasuh muka tiga kali mulai dari tempat tumbuh rambut kepala sebelah atas hingga tulang dagu sebelah bawah dan antara telinga kiri sampai dengan telingan kanan, sambil niat whudu’:
e. Selesai membasuh muka, kemudian kedua tangan sampai dengan siku-siku tiga kali.
f. Selesai membasuh tangan lalu menyapur sebagian rambut kepala tiga kali.
g. Setelah selesai menyapu telinga, kemudian yang terakhir membasuh kedua kaki hingga mata kaki tiga kali.
BAB III
KESIMPULAN
Thoharoh adalah menurut bahasa artinya bersih sedang menurut syari’at ialah suci dari hadast dan najis. Menurut pendapat yang lain bahwa thoharoh berarti bersih (nadlafah), suci (natahah) terbebas (khulus) dari kotoran (danas). Sedangkan menurut syara’ thoharoh ialah mengangkat (menghilangkan) penghalang yang timbul dari hadast atau najis. Dengan demikian thoharoh syar’i terbagi 2 macam yaitu thoharoh dari hadast dan thoharoh dari najis.
Najis adalah kotoran. Setiap najis pastilah kotor tetapi tidak setiap kotoran termasuk najis. Najis terbagi tiga macam yaitu:
1. Najis Mughanizah: yaitu najis yang berat, yakni najis yang timbul dari anjing dan babi.
2. Najis Mukhallaf, ialah najis yang ringan, seperti air kencing bayi laki-laki yang umurnya kurang dari dua tahun dan belum makan apa-apa kecuali air susu ibunya.
3. Najis Mutawassithah (sedang), yaitu kotoran seperti kotoran manusia atau binatang, air kencing, nanah, darah, bangkai (selain bangkai ikan, belalang dan mayat manusia) dan najis-najis yang lain selain yang tersebut ini dapat dibagi menjadi 2 bagian:
a. Najis ‘ainiyah: yaitu najis yang yang bendanya berwujud. Cara mensucikannya dengan menghilangkan zatnya lebih dahulu, hingga hilang rasa, bau dan warnanya, kemudian menyiramnya dengan air sampai bersih.
b. Najis hukmiyah: yaitu najis yang tidak terwujud bendanya, seperti bekas kencing, arak yang sudah kering. Caranya mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada bekas najis itu.
DAFTAR PUSTAKA
Rifai. N.H, Pintar Ibadah, Jombang: Lintas Media. 2005.
Nasution. Lahmuddin, Fiqh I. Semarang: Toha Putra, 2003.
Rifa’i, Moh. Fiqih Islam Lengkap, Semarang: Karya Toha Putra, 2005.
BAB I
PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang suci, dan juga agama rahmat bagi sekalian alam, maka salah satu bukti bahwa Islam rahmat bagi sekalian alam, sangat peduli tentang kebersihan, bahkan shalat adalah rukun Islam yang kedua, ketika seorang hamba ingin mengerjakan ibadah tersebut salah satu syarat syahnya adalah harus suci daripada hadast dan najis.
Baik firman Allah SWT atau hadist Rasulullah SAW sangat banyak yang menjelaskan tentang kebersihan. Dan bahkan kebersihan itu adalah sebagian daripada iman. Jadi pada hakikatnya Islam itu sangat indah kalau kita aplikasikan sebagai pedoman hidup kita serta kita laksanakan dengan secara kaffah atau menyeluruh.
Thoharoh adalah bersih atau suci serta suci daripada hadast dan najis. Dalam thoharoh ini sangat urgen sekali untuk dipelajari dan bagaimana sebernarnya thoharoh yang baik dan benar, bagaimana cara membersihkannya, apa itu najis, bagaimana najis dan lain sebagainya.
Maka atas dasar itulah penulis ingin mengupas dalam makalah ini tentang thoharoh, betapa urgennya untuk kita ketahui demi untuk kepentingan kita bersama, maka dalam makalah yang singkat ini penulis ingin memaparkan tentanag pengertian thoharoh, cara berwhudu, syarat-syarat fardhu berwhudu, rukun berwhudu, sunnat berwhudu, dan hal-hal yang membatalkan whudu.
Mudah-mudahan makalah ini ada manfaatnya bagi kita semua khsusnya bagi penulis sendiri, dan mudah-mudahan dengan tampilnya makalah ini ibadah dan cara beribadah kita kepada Allah SWT semakin baik dan benar. Amin...amin...amin... ya rabbal alamin
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Thoharoh/ Bersuci
Thoharoh/ bersuci menurut bahasa artinya bersih sedang menurut syari’at ialah suci dari hadast dan najis. Allah Ta’ala berfirman:
Artinya: “... Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan dirinya”.
Berkenaan dengan kebersihan, Islam adalah agama yang sangat mengutamakannya, sehingga salah satu syarat sah ibadah shalat adalah suci dari hadast dan najis.
Rasulullah SAW bersabda:
لا يقبل الله صلاة بغير طهور
Artinya: “Allah tidak menerima shalat yang tidak dengan suci”.
Menurut pendapat yang lain bahwa thoharoh berarti bersih (nadlafah), suci (natahah) terbebas (khulus) dari kotoran (danas). Sedangkan menurut syara’ thoharoh ialah mengangkat (menghilangkan) penghalang yang timbul dari hadast atau najis. Dengan demikian thoharoh syar’i terbagi 2 macam yaitu thoharoh dari hadast dan thoharoh dari najis.
Menurut pendapat yang lain lagi bahwa thoharoh menurut bahasa artinya “bersih” sedang menurut syara’ berarti bersih dari hadast dan najis. Bersuci karena hadast hanya dibagian badan saja, hadast ada 2 yaitu: hadas besar dan hadast kecil. Menghilangkan hadast besar yaitu dengan mandi dan tayammum, sedangkan menghilangkan hadast kecil yaitu dengan whudu’ atau tayammum, bersuci dari najis berlaku pada badan, pakaian dan tempat. Cara menghilangkannya harus dicuci dengan air suci dan menusucikan.
1. Najis
Yang dimaksud najis ialah kotoran. Setiap najis pastilah kotor tetapi tidak semua kotoran termasuk najis. Najis (najasah) menurut bahasa artinya kotoran, sedangkan menurut syara’ berarti yang mencegah sahnya shalat, seperti air kencing dan sebagainya. Najis dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
a. Najis Mughanizah: yaitu najis yang berat, yakni najis yang timbul dari anjing dan babi.
Cara mensucikannya ialah lebih dahulu dihilangkan wujud benda najis itu, kemudian baru dicuci bersih dengan air sampai tujuh kali dan permulaan diantara pensucian itu dicuci dengan air yang bercampur dengan tanah.
Cara ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
طهورانا احد كم اذا ولغ فيه ا لكلب ان يغسله سبع مرات اولاهن او اخراهن با لتراب. (رواه الترمذى)
Artinya: “sucinya tempat (perkasmu) apabila dijilat anjing adalah mencucinya tujuh kali, permulaan atau penghabisan diantara pensucian itu dicuci dengan air yang bercampur tanah”.
b. Najis Mukhallaf, ialah najis yang ringan, seperti air kencing bayi laki-laki yang umurnya kurang dari dua tahun dan belum makan apa-apa kecuali air susu ibunya.
Cara menghilangkannya cukup dengan memercikkan air pada benda yang kena najis itu sampai bersih.
Rasulullah SAW bersabda:
يغسل من بول الحيا ر ية ويرش من بو ل الغلام (رواه ابو داود والنسائ)
Artinya: “Barang yang terkena air kencing anak perempuan harus dicuci, sedang bila terkena air kencing anak laki-laki cukuplah dengan memercikkan air padanya”.
c. Najis Mutawassithah (sedang), yaitu kotoran seperti kotoran manusia atau binatang, air kencing, nanah, darah, bangkai (selain bangkai ikan, belalang dan mayat manusia) dan najis-najis yang lain selain yang tersebut ini dapat dibagi menjadi 2 bagian:
1). Najis ‘ainiyah: yaitu najis yang yang bendanya berwujud. Cara mensucikannya dengan menghilangkan zatnya lebih dahulu, hingga hilang rasa, bau dan warnanya, kemudian menyiramnya dengan air sampai bersih.
2). Najis hukmiyah: yaitu najis yang tidak terwujud bendanya, seperti bekas kencing, arak yang sudah kering. Caranya mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada bekas najis itu.
d. Najis yang dapat dimaafkan:
Najis yang dapat dimaafkan antara lain:
1) Bangkai binatang yang darahnya tidak mengalir, seperti nyamuk, kutu busuk dan sebagainya.
2) Najis yang sedikit sekali.
3) Nanah atau darah dari kudis atau bisulnya sendiri yang belumsembuh.
4) Debu yang campur najis dan lain-lainnya yang sukar dihindarkan.
B. Cara Berwhudu
Wudhu menurut bahasa artinya “Bersih dan Indah”, sedang menurut syara’, ialah membersihkan anggota whudu untuk menghilangkan hadast kecil. Orang yang hendak melaksanakan shalat, wajib terlebih dahulu berwdhu, karena menjadi syarat shalat. Allah SWT berfirman:
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai kedua mata kaki”. (al-Maidah: 6)
1. Syarat-syarat Fardhu Whudu
Jika ditinggalkan salah satunya, whudunya tidak sah:
a. Islam
b. Mumayyiz, artinya orang yang sudah dapat membedakan antara baik dan buruk dari pekerjaan yang dikerjakannya, sebab itu harus baligh (dewasa) dan berakal (sehat akalnya).
c. Tidak berhadast besar, kecuali whudunya diniatkan untuk mandi wajib.
d. Dengan air yang suci mensucikan.
e. Tidak ada yang menghalangi sampainya air kepada kulit (anggota whudu). Misalnya penghalang itu berupa getah cat dan sebagainya.
2. Rukun Fardu Whudu
a. Niat Whudu artinya berniat menghilangkan hadast kecil. Cara melakukannya tepat pada waktu membasuh muka.
b. Membasuh muka, batas muka yang wajib dibasuh ialah dari tempat tumbuh rambut kepala sebelah atas hingga tulang dahu sebelah bawah, dan antara telinga kiri sampai telinga kanan, tidak boleh ketinggalan sedikitpun, bahkan wajib dilebihkan sedikit agar kita yakin terbasuh semuanya.
c. Membasuh kedua tangan sampai dengan siku-siku.
d. Menyapu atau mengusap sebagian kepala, walau sebagian kecil, sebaiknya tidak kurang dari selebar ubun-ubun, baik yang diusap itu kulit kepala atau rambutnya.
e. Membasuh kedua kaki sampai dengan dua mata kaki.
f. Tertib, artinya menerbitkan rukun-rukun di atas, mendahulukan yang seharusnya dudahulukan dan mengakhirkan yang seharusnya diakhirkan.
3. Sunnat Whudu
Untuk lebih menyempurnakan whudu disunatkan pula melakukan pekerjaan sebagai berikut:
a. Membaca Basmalah (Bismillahirrahmaanirrahiim) pada permulaan whudu.
b. Menghadap kiblat.
c. Menggosok giig sebelum berwhudu, selain dari orang puasa sesudah tergelincir matahari (pada waktu dzuhur).
d. Membaca dua kalimat syahadat sebelum berwhudu.
e. Mendahulukan anggota kanan dari pada yang kiri.
f. Membasuh dua telapak tangan sampai pergelangan.
g. Berkumur-kumu.
h. Membasuh lubang hidung sebelum berniat.
i. Menyapu seluruh kepala dengan air.
j. Menyapu seluruh telinga luar dan dalam.
k. Menyilang-nyilangi anak jari kedua tangan dengan cara berpenca dan menyilang-nyilangi anak jari kaki dimulai kelingking kaki kanan disudahi pada kelingking kaki kiri. Menyilang-nyilangi seperti ini akan menjadi wajib, apabila memang air tidak bisa sampai pada sela-sela jari melainkan harus dengan cara disilangi.
l. Jangan minta pertolongan orang lain, kecuali jika terpaksa karena berhalangan seperti sakit.
m. Menggosok anggota whudu agar menjadi lebih bersih
n. Menjaga supaya percikan air bekar untuk berwhudu tidak kembali ke badan.
o. Jangan bercakap-cakap sewaktu berwhudu kecuali ada hajat.
p. Membaca doa sesudah whudu.
4. Hal-hal Yang Membatalkan Whudu
Seseorang yang sudah berwhudu boleh mengerjakan shalat beberapa waktu atau beberapa macam shalat sunnat selama whudunya belum batal (rusak).
Sedang hal-hal yang membatalkan whudu ialah:
a. Keluar sesuatu dari dua pintu (kubul dan dubur) atau dari salah satunya, baik berupa zat angin. Misalnya buang air kecil maupun buang air besar atau keluar angin.
b. Hilang akal sebab gila, pingsan, mabuk atau tidur nyenyak.
c. Bersentuh kulit laki-laki dengan kulit perempuan dalam keadaan keduanya suadah sampai umur (dewasa) dan bukan muhrim. Muhrim artinya keluarga yang tidak boleh dinikahi.
d. Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan telapak tangan baik kemaluan orang lain atau kemaluan sendiri, kemaluan orang dewasa atau kemaluan anak-anak.
5. Cara berwhudu
Sebelum berwhudu lebih dahulu harus membersihkan najis yang ada pada badan. Cara mengerjakan whudu sebagai berikut:
a. Membaca basmalah
“Bismillaahirrahmaanirrahiim”
Artinya: “ Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang”.
Seraya mencuci kedua tangan sampai pergelangan tangan hingga bersih.
b. Selesai membersihkan tangan lalu berkumur-kumur tiga kali sambil membersihkan gigi.
c. Selesai berkumur kemudian mencuci lubang hidung sebanyak tiga kali.
d. Selesai mencuci lubang hidung, kemudian membasuh muka tiga kali mulai dari tempat tumbuh rambut kepala sebelah atas hingga tulang dagu sebelah bawah dan antara telinga kiri sampai dengan telingan kanan, sambil niat whudu’:
e. Selesai membasuh muka, kemudian kedua tangan sampai dengan siku-siku tiga kali.
f. Selesai membasuh tangan lalu menyapur sebagian rambut kepala tiga kali.
g. Setelah selesai menyapu telinga, kemudian yang terakhir membasuh kedua kaki hingga mata kaki tiga kali.
BAB III
KESIMPULAN
Thoharoh adalah menurut bahasa artinya bersih sedang menurut syari’at ialah suci dari hadast dan najis. Menurut pendapat yang lain bahwa thoharoh berarti bersih (nadlafah), suci (natahah) terbebas (khulus) dari kotoran (danas). Sedangkan menurut syara’ thoharoh ialah mengangkat (menghilangkan) penghalang yang timbul dari hadast atau najis. Dengan demikian thoharoh syar’i terbagi 2 macam yaitu thoharoh dari hadast dan thoharoh dari najis.
Najis adalah kotoran. Setiap najis pastilah kotor tetapi tidak setiap kotoran termasuk najis. Najis terbagi tiga macam yaitu:
1. Najis Mughanizah: yaitu najis yang berat, yakni najis yang timbul dari anjing dan babi.
2. Najis Mukhallaf, ialah najis yang ringan, seperti air kencing bayi laki-laki yang umurnya kurang dari dua tahun dan belum makan apa-apa kecuali air susu ibunya.
3. Najis Mutawassithah (sedang), yaitu kotoran seperti kotoran manusia atau binatang, air kencing, nanah, darah, bangkai (selain bangkai ikan, belalang dan mayat manusia) dan najis-najis yang lain selain yang tersebut ini dapat dibagi menjadi 2 bagian:
a. Najis ‘ainiyah: yaitu najis yang yang bendanya berwujud. Cara mensucikannya dengan menghilangkan zatnya lebih dahulu, hingga hilang rasa, bau dan warnanya, kemudian menyiramnya dengan air sampai bersih.
b. Najis hukmiyah: yaitu najis yang tidak terwujud bendanya, seperti bekas kencing, arak yang sudah kering. Caranya mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada bekas najis itu.
DAFTAR PUSTAKA
Rifai. N.H, Pintar Ibadah, Jombang: Lintas Media. 2005.
Nasution. Lahmuddin, Fiqh I. Semarang: Toha Putra, 2003.
Rifa’i, Moh. Fiqih Islam Lengkap, Semarang: Karya Toha Putra, 2005.
29 Jul 2010
Pengantar Seminar pendidikan
PENGANTAR SEMINAR PENDIDIKAN
OLEH : ZUL HAMRI
A. Pendahuluan.
Mata kuliah seminar pendidikkan adalah mata kuliah pada semester VIII ( delapan) di STAITA cabang Padang Lawas yang memiliki tujuan mengharuskan mahasiswa untuk mengetahui dan pandai dalam menseminarkan karya ilmiah di kampus dan di pergunakan untuk hal-hal yang berkenaan dengan karya ilmiah. Seorang mahasiswa di nilai harus cakap dan terampil dalam seminar pendidikan disebabkan karena kebutuhan pokok seorang mahasiswa dalam mempertanggung jawabkan karya ilmiahnya.
Mahasiswa yang kreatif dalam menyampaikan sebuah karya ilmiah adalah mahasiswa yang benar-benar dapat mempertanggung jawabkan karya ilmiahnya, kecakapan bebahasa atau retorika juga dapat menarik perhatian orang lain mendengarkannya ketika ia berbicara untuk mendukung hasil karyanya.
Dalam tulisan ini saya berikan sebuah solusi bagaimana cara mempraktekkan seminar pendidikan dan cakupan-cakupan seminar pendidikan yang terdapat dalam teori beberapa ahli pendidikan, mudah-mudahan dapat dipakai sebagai penambah ilmu bagi kita.
B. Pengertian Seminar Pendidikan.
Secara terminology seminar adalah sebuah kegiatan yang di buat untuk penyampaian suatu karya ilmiah dari seorang pakar atau peneliti yang dipresentasekan kepada peserta agar dapat mengambil keputusan yang sama terhadap karya ilmiah antara sumber dengan peserta.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.
Dilihat dari defenisi keduanya maka yang di maksud dengan seminar pendidikan adalah suatu kegiatan penyampaian karya ilmiah tentang pendidikan yang direncanakan di presentasekan sumber atau peneliti dalam mengambil kesimpulan dan tujuan persamaan pendapat tentang hasil karya ilmiah tersebut demi mengambil kebenaran isi dari hasil karya ilmiah.
C. Cara Seminar Yang Efektip.
Seminar tentunya haruslah direncanakan baik waktu, tempat, peserta dan juga menentukan pengarah dan sumber dari hasil karya ilmiah agar dapat terlaksana dengan baik sesuai dengn tujuan seminar yang akan dilaksanakan. Sebagaimana kita ketahui tujuan seminar pendidikan adalah untuk mengkoreksi kembali hasil dari sebuah karya ilmiah untuk mengambil keputusan bersama demi kesempurnaan hasil. Kegiatan seminar pendidikan tanpa perencanaan akan jauh dari pada tujuan seminar tersebut, seorang peneliti atau narasumber dalam seminar juga harus benar-benar sudah memahami dan menguasai isi dari hasil yang ia dapatkan dan peserta juga telah mengetahui untuk apa dia mengikuti seminar dan bear-benar sudah mengetahui minimal judul dari yang akan diseminarkan serta harus ada seorang pengarah dalam acara seminar.
Adapun yang terlibat dalam seminar adalah :
1. Ruang seminar
2. Pengarah
3. Peserta
4. Moderator
5. Notulen.
6. Jalannya seminar.
Contoh Skema Forum Seminar Pendidikan
NOTULEN MODERATOR PENYAJI PENGARAH
P E S E R T A
P E S E R T A
P E S E R T A
P E S E R T A
1. Ruang Seminar
Ruang seminar yang memadai adalah sebuah ruang yang memungkinkan interaksi aktif bagi selurah orang yng aktif mengikuti seminar. Sebuah meja bundar besar meliputi kursi adalah sebuah contoh yang baik atau bentuk forum dilokal juga baik. Ruangan tentu saja harus cukup tenang dan cukup terang untuk memberikan iklim yang enak untuk mengadakan kegiatan seminar pendidikan. Adanya sebuah papan tulis yang dapat membantu serta sarana dan prasarana lainnya yang dapat mendukung kegiatan seminar berlangsung.
2. Pengarah.
Dalam kegiatan seminar proposal pendidikan juga sangat dibutuhkan seorang pengarah yang memiliki fungsi sebagai orang yang dapat menengahkan pendapat antara peserta dan peyaji tentunya pengarah disini adalah orang yang benar-benar ahli dalam pendidikan. Pengarah adalah ahli yang memiliki kompetensi pendidikan sehingga dalam kegiatan seminar semua permasalahan yang ada dan tidak dapat di pecahkan dapat diselesaikan oleh seorang pengarah, sehingga tujuan seminar dapat terlaksana dengan baik tanpa melenceng dari isi karya ilmiah penyaji, berbeda dengan seminar yang secara umum tentunya tidak ada pengarah hanya penyaji saja yang dapat menjawab dari beberapa kritikan dari peserta.
Pengarah dapat berbicara dan memberikan pendapat setelah selesai karya ilmiah disajikan dan kritikan dari peserta, boleh juga berbicara di tengah berjalannya kegiatan namun dengan alasan sesuatu hal yang memang sangat penting disampaikan ketika ada permasalahan tentang isi karya ilmiah.
3.Peserta
Untuk berjalannya sebuah seminar dengan baik, semua peserta adalah bukan kertas kosong yang menunggu diisi, seperti halnya kuliah. Mereka harus sudah membaca tentang tema yang akan diseminarkan. Mereka bisa membuat sebuah esei pendek tentang tema yang diseminarkan. Bila yang diseminarkan adalah sebuah teks, teks tersebut telah dibaca secara analitis, ditandai, disertai tanggapan dan kritik.
Dengan terlebih dahulu membaca tentang tema yang akan diseminarkan, mereka telah mengolahnya di dalam kepala mereka. Mereka telah memiliki bayangan akan apa yang diseminarkan. Kertas di tangan yang berisi ringkasan tema yang diseminarkan menurut masing-masing peserta, akan memandu mereka nantinya di dalam seminar.
4.Moderator
Seorang moderator di dalam seminar berbeda dengan seorang lektor di dalam kuliah. Ia bukanlah seorang yang memberikan pelajaran, melainkan orang yang mengarahkan jalannya seminar.
Semestinyalah seorang moderator adalah orang yang paling senior dalam tema yang akan diseminarkan. Ini bukan berarti pendapatnyalah yang paling benar. Senioritas dalam penguasaan materi semata-mata untuk mengarahkan seminar, karena ia mestinya yang paling tahu tentang seluk beluk tema yang diseminarkan.
Peran seorang moderator ada dua: mengarahkan (directing) dan memoderasi (moderating). Dalam mengarahkan, ia menjaga agar seminar tidak melenceng dari tema. Dengan memoderasi, ia menjaga agar tidak ada satu orang atau satu ide tertentu yang terlalu mendominasi seminar sehingga seluruh tema seminar tidak tereksplorasi dengan baik.
Sebelum seminar, seorang moderator harus telah membaca tema yang akan diseminarkan, menyiapkan catatan tentang tema tersebut, menentukan kata-kata kunci, dan menyusun pertanyaan-pertanyaan kunci yang nantinya akan ditanyakan di dalam seminar. Di awal seminar ia dapat menuliskan terlebih dahulu poin-poin yang akan didiskusikan atau menggambarkan sebuah diagram yang mencerminkan ide yang akan didiskusikan.
Seorang moderator yang baik haruslah seorang pendengar dan pembicara yang baik. Ia mampu menangkap maksud sebuah pembicaraan dan membuatnya lebih jelas. Ia mampu memparafrasekan sebuah pertanyaan menjadi pertanyaan lain yang lebih jelas.
Mengingat beratnya tugas seorang moderator, sebaiknya seorang moderator tidak memimpin sebuah seminar lebih dari satu kali dalam sehari.
5. Notulen.
Notulen adalah orang yang diberi tugas dalam seminar untuk membuat catatan singkat tentang jalannya persidangan/ rapat/ seminar juga merangkum isi secara tertulis dari persidangan/ rapat atau seminar. Seorang notulen juga sangat berfungsi dalam kegiatan ilmiah sebab moderator sebagai pengelola kegiatan butuh catatan penting tentang jalannya kegiatan. Pada kebiasaannya tempat notulen berdekatan dengan moderator sehingga ketika berjalan kegiatan tidak terjadi miss communication ( kurang komunikasi ) antara notulen dengan moderator, dalam hal ini notulen tidak saja menulis dari awal kegiatan namun sampai dengan berakhirnya kegiatan notulen juga berkewajiban menulis jalannya kegiatan.
D. Jalannya Seminar.
Seminar dimulai dengan pengantar singkat dari moderator, dan langsung dilanjutkan dengan pertanyaan kunci yang dibahas oleh semua peserta secara bergiliran.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan supaya seminar berjalan baik :
1. Seminar adalah sebuah diskusi dua arah. Tidak ada seorang yang lebih mendominasi pembicaraan. Adalah tugas moderator untuk memperhatikan ini.
2. Seminar bisa dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan yang sudah jelas ada jawabannya, lalu mengarah ke pertanyaan-pertanyaan lain yang lebih dalam dan tidak jelas jawabannya. Pertanyaan jenis kedualah yang memberikan manfaat terbesar. Tidaklah banyak pertanyaan yang seperti demikian.
3. Semua pertanyaan dan pernyataan dinyatakan dengan jelas tanpa ambiguitas. Jika sebuah pertanyaan atau pernyataan belum jelas, moderator harus bisa menunjukkan itu dan meminta sang pengujar untuk memperjelasnya.
4. Masih berhubungan dengan poin pertama, setiap pertanyaan haruslah jelas sebelum ditanggapi dengan jawaban. Penanggap berhak meminta penjelasan lebih lanjut atas pertanyaan sebelum ia menjawab. Tanggapan tentunya juga harus relevan dengan pernyataan. Moderator juga harus memperhatikan ini.
5. Sebuah pertanyaan bisa dilihat sebagai jembatan kepada pertanyaan lain yang lebih mendasar. Hanya dengan cara demikian sebuah seminar dapat memberikan manfaat lebih.
6. Bila ada istilah yang sama, tetapi dipakai dengan arti yang berbeda oleh beberapa orang, moderator harus menunjukkan itu dan membuat kesepakatan dalam arti apa istilah itu dipakai sebelum melanjutkan seminar.
7. Etiket harus diperhatikan dalam sebuah seminar, seperti halnya di sebuah meja makan. Bahasa harus santun dan tidak merendahkan. Moderator terlebih harus memberikan contoh yang dapat diikuti oleh peserta yang lain. Bukan berarti seminar tidak bisa dilakukan dengan ringan dan diiringi tawa, namun canda dan tawa dilakukan dengan wajar dan memberi makna di dalam seminar. Tidak ada yang lebih membantu untuk mengingat ketimbang ide-ide kreatif yang kadang membangkitkan tawa.
8. Seminar adalah sebuah tempat untuk menggodok ide. Ia bukanlah tempat untuk membenarkan diri. Setiap orang harus kritis namun menerima bila ada pendapat yang lebih baik. Di dalam seminar semua orang memiliki posisi yang sama.
9. Sebuah seminar yang baik tidaklah harus menghasilkan sebuah kesimpulan tunggal. Setiap orang bisa pulang dengan pendapatnya masing-masing. Yang terpenting adalah mata mereka lebih terbuka, mereka telah melihat ide-ide baru yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh mereka.
E. Penutup.
Dari penjelasan di atas tentunya kita mendapatkan beberapa kesimpulan bahwa seminar pendidikan sangat penting bagi seorang akademis dalam mendukung hasil dari sebuah penelitian ilmiah atau dari hasil sebuah karya ilmiah yang tentunya demi keberhasilan seorag peneliti, dalam seminar juga dapat disimpulkan bahwa sebuah penelitian bukan hanya seorang peneliti yang berperan mensukseskan sebuah hasil ilmiahnya tetapi butuh bantuan orang lain. Dengan mengambil pendapat orang lain yang tentunya paham dengan pendidikan dan metodologi maka akan lebih baiknya kemajuan hasil penelitian, kegiatan seminar pendidikan harus dapat dipungsikan dan dimanfaatkan dengan baik agar manfaatnya dapat menunjang kegiatan ilmiah.
OLEH : ZUL HAMRI
A. Pendahuluan.
Mata kuliah seminar pendidikkan adalah mata kuliah pada semester VIII ( delapan) di STAITA cabang Padang Lawas yang memiliki tujuan mengharuskan mahasiswa untuk mengetahui dan pandai dalam menseminarkan karya ilmiah di kampus dan di pergunakan untuk hal-hal yang berkenaan dengan karya ilmiah. Seorang mahasiswa di nilai harus cakap dan terampil dalam seminar pendidikan disebabkan karena kebutuhan pokok seorang mahasiswa dalam mempertanggung jawabkan karya ilmiahnya.
Mahasiswa yang kreatif dalam menyampaikan sebuah karya ilmiah adalah mahasiswa yang benar-benar dapat mempertanggung jawabkan karya ilmiahnya, kecakapan bebahasa atau retorika juga dapat menarik perhatian orang lain mendengarkannya ketika ia berbicara untuk mendukung hasil karyanya.
Dalam tulisan ini saya berikan sebuah solusi bagaimana cara mempraktekkan seminar pendidikan dan cakupan-cakupan seminar pendidikan yang terdapat dalam teori beberapa ahli pendidikan, mudah-mudahan dapat dipakai sebagai penambah ilmu bagi kita.
B. Pengertian Seminar Pendidikan.
Secara terminology seminar adalah sebuah kegiatan yang di buat untuk penyampaian suatu karya ilmiah dari seorang pakar atau peneliti yang dipresentasekan kepada peserta agar dapat mengambil keputusan yang sama terhadap karya ilmiah antara sumber dengan peserta.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.
Dilihat dari defenisi keduanya maka yang di maksud dengan seminar pendidikan adalah suatu kegiatan penyampaian karya ilmiah tentang pendidikan yang direncanakan di presentasekan sumber atau peneliti dalam mengambil kesimpulan dan tujuan persamaan pendapat tentang hasil karya ilmiah tersebut demi mengambil kebenaran isi dari hasil karya ilmiah.
C. Cara Seminar Yang Efektip.
Seminar tentunya haruslah direncanakan baik waktu, tempat, peserta dan juga menentukan pengarah dan sumber dari hasil karya ilmiah agar dapat terlaksana dengan baik sesuai dengn tujuan seminar yang akan dilaksanakan. Sebagaimana kita ketahui tujuan seminar pendidikan adalah untuk mengkoreksi kembali hasil dari sebuah karya ilmiah untuk mengambil keputusan bersama demi kesempurnaan hasil. Kegiatan seminar pendidikan tanpa perencanaan akan jauh dari pada tujuan seminar tersebut, seorang peneliti atau narasumber dalam seminar juga harus benar-benar sudah memahami dan menguasai isi dari hasil yang ia dapatkan dan peserta juga telah mengetahui untuk apa dia mengikuti seminar dan bear-benar sudah mengetahui minimal judul dari yang akan diseminarkan serta harus ada seorang pengarah dalam acara seminar.
Adapun yang terlibat dalam seminar adalah :
1. Ruang seminar
2. Pengarah
3. Peserta
4. Moderator
5. Notulen.
6. Jalannya seminar.
Contoh Skema Forum Seminar Pendidikan
NOTULEN MODERATOR PENYAJI PENGARAH
P E S E R T A
P E S E R T A
P E S E R T A
P E S E R T A
1. Ruang Seminar
Ruang seminar yang memadai adalah sebuah ruang yang memungkinkan interaksi aktif bagi selurah orang yng aktif mengikuti seminar. Sebuah meja bundar besar meliputi kursi adalah sebuah contoh yang baik atau bentuk forum dilokal juga baik. Ruangan tentu saja harus cukup tenang dan cukup terang untuk memberikan iklim yang enak untuk mengadakan kegiatan seminar pendidikan. Adanya sebuah papan tulis yang dapat membantu serta sarana dan prasarana lainnya yang dapat mendukung kegiatan seminar berlangsung.
2. Pengarah.
Dalam kegiatan seminar proposal pendidikan juga sangat dibutuhkan seorang pengarah yang memiliki fungsi sebagai orang yang dapat menengahkan pendapat antara peserta dan peyaji tentunya pengarah disini adalah orang yang benar-benar ahli dalam pendidikan. Pengarah adalah ahli yang memiliki kompetensi pendidikan sehingga dalam kegiatan seminar semua permasalahan yang ada dan tidak dapat di pecahkan dapat diselesaikan oleh seorang pengarah, sehingga tujuan seminar dapat terlaksana dengan baik tanpa melenceng dari isi karya ilmiah penyaji, berbeda dengan seminar yang secara umum tentunya tidak ada pengarah hanya penyaji saja yang dapat menjawab dari beberapa kritikan dari peserta.
Pengarah dapat berbicara dan memberikan pendapat setelah selesai karya ilmiah disajikan dan kritikan dari peserta, boleh juga berbicara di tengah berjalannya kegiatan namun dengan alasan sesuatu hal yang memang sangat penting disampaikan ketika ada permasalahan tentang isi karya ilmiah.
3.Peserta
Untuk berjalannya sebuah seminar dengan baik, semua peserta adalah bukan kertas kosong yang menunggu diisi, seperti halnya kuliah. Mereka harus sudah membaca tentang tema yang akan diseminarkan. Mereka bisa membuat sebuah esei pendek tentang tema yang diseminarkan. Bila yang diseminarkan adalah sebuah teks, teks tersebut telah dibaca secara analitis, ditandai, disertai tanggapan dan kritik.
Dengan terlebih dahulu membaca tentang tema yang akan diseminarkan, mereka telah mengolahnya di dalam kepala mereka. Mereka telah memiliki bayangan akan apa yang diseminarkan. Kertas di tangan yang berisi ringkasan tema yang diseminarkan menurut masing-masing peserta, akan memandu mereka nantinya di dalam seminar.
4.Moderator
Seorang moderator di dalam seminar berbeda dengan seorang lektor di dalam kuliah. Ia bukanlah seorang yang memberikan pelajaran, melainkan orang yang mengarahkan jalannya seminar.
Semestinyalah seorang moderator adalah orang yang paling senior dalam tema yang akan diseminarkan. Ini bukan berarti pendapatnyalah yang paling benar. Senioritas dalam penguasaan materi semata-mata untuk mengarahkan seminar, karena ia mestinya yang paling tahu tentang seluk beluk tema yang diseminarkan.
Peran seorang moderator ada dua: mengarahkan (directing) dan memoderasi (moderating). Dalam mengarahkan, ia menjaga agar seminar tidak melenceng dari tema. Dengan memoderasi, ia menjaga agar tidak ada satu orang atau satu ide tertentu yang terlalu mendominasi seminar sehingga seluruh tema seminar tidak tereksplorasi dengan baik.
Sebelum seminar, seorang moderator harus telah membaca tema yang akan diseminarkan, menyiapkan catatan tentang tema tersebut, menentukan kata-kata kunci, dan menyusun pertanyaan-pertanyaan kunci yang nantinya akan ditanyakan di dalam seminar. Di awal seminar ia dapat menuliskan terlebih dahulu poin-poin yang akan didiskusikan atau menggambarkan sebuah diagram yang mencerminkan ide yang akan didiskusikan.
Seorang moderator yang baik haruslah seorang pendengar dan pembicara yang baik. Ia mampu menangkap maksud sebuah pembicaraan dan membuatnya lebih jelas. Ia mampu memparafrasekan sebuah pertanyaan menjadi pertanyaan lain yang lebih jelas.
Mengingat beratnya tugas seorang moderator, sebaiknya seorang moderator tidak memimpin sebuah seminar lebih dari satu kali dalam sehari.
5. Notulen.
Notulen adalah orang yang diberi tugas dalam seminar untuk membuat catatan singkat tentang jalannya persidangan/ rapat/ seminar juga merangkum isi secara tertulis dari persidangan/ rapat atau seminar. Seorang notulen juga sangat berfungsi dalam kegiatan ilmiah sebab moderator sebagai pengelola kegiatan butuh catatan penting tentang jalannya kegiatan. Pada kebiasaannya tempat notulen berdekatan dengan moderator sehingga ketika berjalan kegiatan tidak terjadi miss communication ( kurang komunikasi ) antara notulen dengan moderator, dalam hal ini notulen tidak saja menulis dari awal kegiatan namun sampai dengan berakhirnya kegiatan notulen juga berkewajiban menulis jalannya kegiatan.
D. Jalannya Seminar.
Seminar dimulai dengan pengantar singkat dari moderator, dan langsung dilanjutkan dengan pertanyaan kunci yang dibahas oleh semua peserta secara bergiliran.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan supaya seminar berjalan baik :
1. Seminar adalah sebuah diskusi dua arah. Tidak ada seorang yang lebih mendominasi pembicaraan. Adalah tugas moderator untuk memperhatikan ini.
2. Seminar bisa dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan yang sudah jelas ada jawabannya, lalu mengarah ke pertanyaan-pertanyaan lain yang lebih dalam dan tidak jelas jawabannya. Pertanyaan jenis kedualah yang memberikan manfaat terbesar. Tidaklah banyak pertanyaan yang seperti demikian.
3. Semua pertanyaan dan pernyataan dinyatakan dengan jelas tanpa ambiguitas. Jika sebuah pertanyaan atau pernyataan belum jelas, moderator harus bisa menunjukkan itu dan meminta sang pengujar untuk memperjelasnya.
4. Masih berhubungan dengan poin pertama, setiap pertanyaan haruslah jelas sebelum ditanggapi dengan jawaban. Penanggap berhak meminta penjelasan lebih lanjut atas pertanyaan sebelum ia menjawab. Tanggapan tentunya juga harus relevan dengan pernyataan. Moderator juga harus memperhatikan ini.
5. Sebuah pertanyaan bisa dilihat sebagai jembatan kepada pertanyaan lain yang lebih mendasar. Hanya dengan cara demikian sebuah seminar dapat memberikan manfaat lebih.
6. Bila ada istilah yang sama, tetapi dipakai dengan arti yang berbeda oleh beberapa orang, moderator harus menunjukkan itu dan membuat kesepakatan dalam arti apa istilah itu dipakai sebelum melanjutkan seminar.
7. Etiket harus diperhatikan dalam sebuah seminar, seperti halnya di sebuah meja makan. Bahasa harus santun dan tidak merendahkan. Moderator terlebih harus memberikan contoh yang dapat diikuti oleh peserta yang lain. Bukan berarti seminar tidak bisa dilakukan dengan ringan dan diiringi tawa, namun canda dan tawa dilakukan dengan wajar dan memberi makna di dalam seminar. Tidak ada yang lebih membantu untuk mengingat ketimbang ide-ide kreatif yang kadang membangkitkan tawa.
8. Seminar adalah sebuah tempat untuk menggodok ide. Ia bukanlah tempat untuk membenarkan diri. Setiap orang harus kritis namun menerima bila ada pendapat yang lebih baik. Di dalam seminar semua orang memiliki posisi yang sama.
9. Sebuah seminar yang baik tidaklah harus menghasilkan sebuah kesimpulan tunggal. Setiap orang bisa pulang dengan pendapatnya masing-masing. Yang terpenting adalah mata mereka lebih terbuka, mereka telah melihat ide-ide baru yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh mereka.
E. Penutup.
Dari penjelasan di atas tentunya kita mendapatkan beberapa kesimpulan bahwa seminar pendidikan sangat penting bagi seorang akademis dalam mendukung hasil dari sebuah penelitian ilmiah atau dari hasil sebuah karya ilmiah yang tentunya demi keberhasilan seorag peneliti, dalam seminar juga dapat disimpulkan bahwa sebuah penelitian bukan hanya seorang peneliti yang berperan mensukseskan sebuah hasil ilmiahnya tetapi butuh bantuan orang lain. Dengan mengambil pendapat orang lain yang tentunya paham dengan pendidikan dan metodologi maka akan lebih baiknya kemajuan hasil penelitian, kegiatan seminar pendidikan harus dapat dipungsikan dan dimanfaatkan dengan baik agar manfaatnya dapat menunjang kegiatan ilmiah.
Pendekatan Strabel
Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran.
proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga
Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat)
Pelaksanaan Pembelajaran
Pandangan mengenai konsep pembelajaran terus menerus mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan perkembangan IPTEKS. Tanda-tanda perkembangan tersebut, dapat kita amati berdasarkan pengertian-pengertian di bawah ini : (1) Pengajaran sama artinya dengan kegiatan mengajar. Kegiatan mengajar dilakukan oleh guru untuk menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Dalam konsep ini, guru bertindak dan berperan aktif bahkan sangat menonjol dan bersifat menentukan segalanya. Pengajaran sama artinya dengan perbuatan mengajar; (2) Pengajaran merupakan interaksi mengajar dan belajar. Pengajaran berlangsung sebagai suatu proses saling pengaruh mempengaruhi dalam bentuk hubungan interaksi antara guru dan siswa. Guru bertindak sebagai pengajar, sedangkan siswa berperan sebagai yang melakukan perbuatan belajar. Guru dan siswa menunjukkan keaktifan yang seimbang sekalipunn peranannya berbeda namun terkait satu dengan yang lainnya; (3) Pengajaran sebagai suatu sistem. Pengertian pengajaran pada hakikatnya lebih luas dan bukan hanya sebagai suatu proses atau prosedur belaka. Pengajaran adalah suatu sistem yang luas, yang mengandung dan dilandasi oleh berbagai dimensi, yakni : (a) profesi guru, (b) perkembangan dan pertumbuhan siswa/peserta didik, (c) Tujuan pendidikan dan pengajaran, (d) program pendidikan dan kurikulum, (e) perencanaan pengajaran, (f) strategi belajar mengajar, (g) Media pengajaran, (h) Bimbingan belajar, (i) hubungan antara sekolah dan masyarakat, dan (j) manajemen pendidikan / kelas.
Proses pembelajaran berlangsung dalam suasana tertentu yakni situasi belajar mengajar. Dalm situasi ini, terdapat faktor-faktor yang saling berhubungan yaitu ; tujuan pembelajaran, siswa yang belajar, guru yang mengajar, bahan yang diajarkan, metode pembelajaran, alat bantu mengajar, prosedur penilaian, dan situasi pengajaran.Dalam proses pengajaran tersebut, semua faktor bergerak secara dinamis dalam suatu rangkaian yang terarah dalam rangka membawa para siswa/peserta didik untuk mencapai tujuan pengajaran. Pengajaran merupakan suatu pola yang didalamnya tersusun suatu prosedur yang direncanakan dan terarah serta bertujuan. Dalam istilah lain, kegiatan pembelajaran terdiri dari : tahap perencanaan, pelaksanaan / implementasi, dan evaluasi.
Pelaksanaan pembelajaran adalah operasionalisasi dari perencanaan pembelajaran, sehingga tidak lepas dari perencanaan pengajaran / pembelajaran/ pemelajaran yang sudah dibuat. Oleh karenanya dalam pelaksanaannya akan sangat tergantung pada bagaimana perencanaan pengajaran sebagai operasionalisasi dari sebuah kurikulum.
Landasan filsafat psikologi , pendidikan, ekonomi dan sebagainya serta pesan-pesan dari kurikulum lainnya dari kurikulum tersebut akan sangat mempengaruhi warna perencana di samping untuk tingkatan pendidikan mana kurikulum tersebut dan model-model pengembangan perencanaan apa yang digunakan. Semua aspek tersebut akan tergambarkan dalam bagian Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau scenario pembelajaran. Memang secara umum ada langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran yang bisa berlaku umum dalam pembelajaran apapun untuk siapapun dan kapanpun (’coca cola’). Guru membuka pelajaran, menjelaskan materi, murid menyimak kalau perlu bertanya, mengevaluasi dan menutup pelajaran. Tapi karena pelaksanaan pembelajaran itu tentu saja sangat spesifik dipengaruhi oleh berbagai hal :
• Siapa yang belajar
• Apa yang dipelajari
• Dimana dia belajar
• Pesan-pesan apa yang diamanatkan kurikulum
• Siapa yang mengajarnya
Semua faktor-faktor di atas akan mempengaruhi pelaksanaan pembelajaran secara detail. Untuk menganalisis detail pelaksanaan pembelajaran harus diperhatikan :
• Materi bahan ajar
• Pola pembelajaran
• Model desain instruksional / pembelajaran
Berbagai macam model desain pembelajaran diantaranya :
• Model Briggs
• Model PPSI
• Model Gerlach & Ely
• Model Kemp
• Model IDI
Strategi pembelajaran yang dapat dikembangkan oleh guru, diantaranya :
1. Pembelajaran Penerimaan (Reception Learning)/ tokohnya : Ausebel , dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Penerimaan terhadap prinsip-prinsip umum, aturan-aturan, serta illustrasi khusus
b. Pemahaman terhadap prinsip umum. Pengujian dilakukan dengan tes yang menuntut pernyataan ulang mengenai prinsip-prinsip dan contoh-contoh yang telah diberikan
c. Partikularisasi, penerapan prinsip umum ke dalam sitausi / keadaan tertentu.
d. Tindakan, gerakan dari suasana kognitif dan proses simbol ke suasana perbuatan / tindakan.
2. Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning,), tokohnya : Piaget dan Bruner. Belajar penemuan dapat juga disebut “proses pengalaman” , dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Tindakan dalam situasi tertentu. Siswa melakukan tindakan dan mengamati pengaruh-pengaruhnya. Pengaruh-pengaruh tersebut, mungkin sebagai ganjaran atau hukuman (operant conditioning) atau mungkin memberikan keterangan mengenai hubungan sebab akibat
b. Pemahaman kasus tertentu. Apabila keadaan yang sama muncul kembali, maka dia dapat mengantisipasi pengaruh yang bakal terjadi. Dan konsekuensi-konsekuensi apa yang akan dirasakan.
c. Generalisasi, siswa membuat kesimpulan atas prinsip-prinsip umum berdasarkan pemahaman terhadap situasi tertentu.
d. Tindakan dalam suasana baru , siswa menerapkan prinsip dan mengantisipasi pengaruhnya.
3. Pembelajaran Penguasaan (Mastery Learning), tokoh : Carol . Pembelajaran ini dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mengajarkan satuan pelajaran pertama dengan menggunakan metode kelompok.
b. Memberikan tes diagnostik untuk memeriksa kemajuan belajar siswa setelah disampaikan satuan pelajaran tersebut.
c. Siswa yang telah memenuhi kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan diperkenankan menempuh pengajaran berikutnya, sedangkan bagi yang belum diberikan kegiatan korektif
d. Melakukan pemeriksaan akhir untuk mengetahui hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam jangka waktu tertentu.
4. Pembelajaran Terpadu (Unit Learning); pendekatan ini pada mulanya disebut metode proyek yang dikembangkan oleh John Dewey dan orang pertama yang mempergunakan istilah unit adalah Morrison. Langkah-langkah umum pengembangan program unit adalah :
a. Menyusun lembar unit yang luas bertitik tolak dari topik atau masalah tertentu.
b. Menyusun unit pembelajaran, sebagai bagian dari sumber unit, yang dirancang dengan pola tertentu.
c. Menyusun unit lesson dalam rangka melaksanakan unit pengajaran yang telah dikembangkan itu
d. Menyusun satuan pelajaran, yang akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar harian
Pembelajaran Bidang teknik dan kejuruan (Vocational dan Tehcnical Instruction)/ Pembelajaran Kompetensi.
Dalam konteks pembelajaran di kejuruan, belajar melibatlkan perolehan pengetahuan, kecakapan, keterampilan, dan sikap berkenaan dengan kompetensi menyelesaikan tugas atau pekerjaan. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran kompetensi :
a. Belajar keseluruhan dan bagian
b. Pemotongan bahan pembelajaran
c. Belajar aktif
d. Umpan balik
e. Belajar lebih
f. Penguatan
g. Belajar yang pertama dan terakhir
h. Bahan yang bermakna
i. Belajar menggunakan banyak indra
j. Transfer belajar
Pembelajaran Modul
Modul merupakan satu satuan atau unit pembelajaran terkecil berkenaan dengan sesuatu topik atau masalah. Satuan pembelajaran tersebut disusun dalam suatu paket yang disebut paket modul.Pembelajaran modul di Indonesia dikembangkan sejak tahun 1974 pada sekolah-sekolah Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP). Sampai saat ini, pembelajaran modul masih digunakan pada SMP Terbuka dan Universitas Terbuka. Dalam pembelajaran modul, para siswa belajar secara individual, mereka dapat menyesuaikan kecepatan belajarnya sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Secara umum suatu modul mengandung komponen-komponen pembelajaran sebagai berikut :
a. Identitas modul
b. Petunjuk pengerjaan modul
c. Tujuan pembelajaran
d. Bahan bacaan
e. Kegiatan belajar mengakar aktif
f. Media dan sumber pembelajaran
g. Tes
Pembelajaran modul menerapkan strategi belajar siswa aktif, karena dalam proses pembelajarannya siswa tidak lagi berperan sebagai pendengan dan pencatat ceramah guru, tetapi mereka adalah pelajar yang aktif. Dalam pembelajaran modul, guru berperan sebagai pengelola, pengarah, pembimbing, fasilitator, dan pendorong aktivitas belajar siswa. Pembelajaran modul juga menerapkan konsep multi media dan multi metode. Meskipun pada prinsipnya pembelajaran modul bersifat individual, tetapi ada saat / tugas-tugas tertentu yang menuntut siswa bekerjasama dalam kelompok.
Penggolongan dan Jenis-Jenis Model Pembelajaran
Joyce dan Weil (1980,1992) dalam bukunya Models of Teaching menggolongkan model-model pembelajaran ke dalam empat rumpun. Keempat rumpun model pembelajaran tersebut adalah: (1) rumpun model pembelajaran Pemrosesan Informasi, (2) rumpun model pembelajaran Personal, (3) rumpun model pembelajaran Sosial, dan (4) rumpun model pembelajaran Perilaku.
1. Rumpun model-modelPemrosesan Informasi
Model-model pembelajaran dalam rumpun Pemrosesan Informasi bertitik tolak dari prinsip- prinsip pengolahan informasi, yaitu yang merujuk pada cara-cara bagaimana manusia menangani rangsangan dari lingkungan, mengorganisasi data, mengenali masalah, menyusun konsep, memecahkan masalah, dan menggunakan simbol-simbol. Beberapa model pembelajaran dalam rumpun ini berhubungan dengan kemampuan pebelajar (peserta didik) untuk memecahkan masalah, dengan demikian peserta didik dalam belajar menekankan pada berpikir produktif. Sedangkan beberapa model pembelajaran lainnya berhubungan dengan kemampuan intelektual secara umum, dan sebagian lagi menekankan pada konsep dan informasi yang berasal dari disiplin ilmu secara akademis.
Jenis model-model pembelajaran yang termasuk ke dalam rumpun pemrosesan informasi ini adalah seperti tertera pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Model- Model
Pembelajaran Rumpun Pemrosesan Informasi
Catatan : untuk penjelasan tiap-tiap modelnya akan
diposting pada kesempatan lain !
No. Nama Model
Pembelajaran Tokoh Misi/tujuan/manfaat
1 Berpikir Induktif
Hilda Taba Ditujukan secara khusus untuk pembentukan kemampuan berpikir induktif yang banyak diperlukan dalam kegiatan akademik meskipun diperlukan juga untuk kehidupan pada umumnya. Model ini memiliki keunggulan melatihkan kemampuan menganalisis informasi dan membangun konsep yang berhubungan dengan kecakapan berpikir.
2. Pembentukan
konsep
Jerome
Bruner,
Goodnow,
dan Austin Dirancang terutama untuk pembentukan kemampuan berpikir induktif, peserta didik
dilatih mempelajari konsep secara efektif.
3 Latihan inkuari
Richard
Suchman Sama dengan model berpikir induktif, model ini ditujukan untuk pembentukan kemampuan berpikir induktif yang banyak diperlukan dalam kegiatan akademik meskipun diperlukan juga untuk kehidupan pada umumnya.
4 Perkembangan
kognitif
Jean Piaget,
Irving Sigel,
Edmun
Sullivan,
Lawrence
dan
Kohlberg Dirancang terutama untuk pembentukan kemampuan berpikir/pengembangan intelektual pada umumnya, khususnya berpikir logis, meskipun demikian kemampuan ini dapat diterapkan pada kehidupan sosial dan pengembangan moral.
5 Advance
organizer
David
Ausubel Dirancang untuk meningkatkan kemampuan mengolah informasi melalui penyajian materi beragam (ceramah, membaca, dan media lainnya) dan menghubungkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah ada.
6 Mnemonics
Pressley,
Levin,
Delaney Strategi belajar untuk mengingat dan mengasimilasi informasi.
(Sumber: Bruce Joyce dan Marsha Weil, 1980 dan Bruce Joyce, Marsha Weil,
dan Beverly Showers, 1992, 1996: Models of Teaching)
2. Rumpun model- model Pribadi/individual
Model-model pembelajaran yang termasuk rumpun model-model Personal/individual menekankan pada pengembangan pribadi. Model-model pembelajaran ini menekankan pada proses dalam “membangun/mengkonstruksi” dan mengorganisasi realita, yang memandang manusia sebagai pembuat makna. Model-model pembelajaran rumpun ini memberikan banyak perhatian pada kehidupan emosional. Fokus pembelajaran ditekankan untuk membantu individu dalam mengembangkan hubungan individu dengan lingkungannya dan untuk melihat dirinya sendiri.
Jenis-jenis model pembelajaran pribadi seperti tercantum pada tabel 3.2.
Tabel 3.2. Model-Model Pembelajaran Personal (Pribadi)
Normal 0 false false false MicrosoftInternetExplorer4
No. Nama Model
Pembelajaran Tokoh Misi/tujuan/manfaat
1 Pengajaran Non
Direktif
Carl Rogers Penekanan pada pembentukan kemampuan belajar sendiri untuk mencapai pemahaman dan penemuan diri sendiri sehingga terbentuk konsep diri. Model ini menekankan pada hubungan guru-peserta didik.
2. Latihan
Kesadaran
Fritz Perls
William Schutz Pembentukan kemampuan menjajagi dan
menyadari pemahaman diri sendiri.
3 Sinektik
William
Gordon Pengembangan individu dalam hal kreativitas dan pemecahan masalah kreatif.
4 Sistem
Konseptual
David Hunt Didisain untuk meningkatkan kompleksitas pribadi dan fleksibilitas.
5 Pertemuan kelas
William
Glasser Pengembangan pemahaman diri dan tanggungjawab pada diri sendiri dan kelompok sosial lainnya.
(Sumberi Bruce Joyce dan Marha Weil, 1980, Models of Teaching, )
3. Rumpun model-model Interaksi Sosial
Model-model pembelajaran yang termasuk dalam rumpun Sosial ini menekankan hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain. Model-model ini memfokuskan pada proses di mana realitas adalah negosiasi sosial. Model-model pembelajaran dalam kelompok ini memberikan prioritas pada peningkatan kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain untuk meningkatkan proses demokratis dan untuk belajar dalam masyarakat secara produktif. Tokoh-tokoh teori sosial juga peduli dengan pengembangan pikiran (mind) diri sebagai pribadi dan materi keakademisan.
Jenis-jenis model pembelajaran rumpun Interaksi Sosial adalah seperti dalam tabel 3.3. berikut ini.
Tabel 3.3. Model-model Pembelajaran Interaksi Sosial
No. Nama Model
Pembelajaran Tokoh Misi/tujuan
1 Kerja
kelompok.
(investigation
group)
Herbert Thelen
John Dewey Mengembangkan keterampilanketerampilan untuk berperan dalam kelompok yang menekankan keterampilan komunikasi interpersonal dan keterampilan inkuari ilmiah. Aspek-aspek pengembangan pribadi merupakan hal yang penting dari model ini.
2. Inkuari Sosial Byron Massialas
Benjamin Cox Pemecahan masalah sosial, utamanya melalui inkuari ilmiah dan penalaran logis.
3 Jurisprudential National Training
Laboratory
Bethel, Maine
Donald Oliver
James P.Shaver Pengembangan keterampilan interpersonal dan kerja kelompok untuk mencapai, kesadaran, dan fleksibilitas pribadi. Didisain utama untuk melatih kemampuan mengolah informasi dan menyelesaikan isu kemasyarakatan dengan kerangka acuan atau cara berpikir Jurisprudensial (ilmu tentang Hokum-hukum manusia).
4 Role playing
(Bermain
peran)
Fannie Shaftel
George Shafted Didisain untuk mengajak peserta didik dalam menyelidiki nilai-nilai pribadi dan sosial melalui tingkah laku mereka sendiri dan nilai-nilai yang menjadi sumber dari penyelidikan itu
5 Simulasi Sosial Sarene Boocock, Didisain untuk membantu pengalaman peserta didik melalui proses sosial dan realitas dan untuk menilai reaksi mereka terhadap proses-proses sosial tersebut, juga untuk memperoleh konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan pengambilan keputusan.
(Sumber: Bruce Joyce dan Marha Weil, 1980, Models of Teaching)
4. Rumpun Model-model Perilaku
Semua model pembelajaran rumpun ini didasarkan pada suatu pengetahuan yang mengacu pada teori perilaku, teori belajar, teori belajar sosial, modifikasi perilaku, atau perilaku terapi. Model-model pembelajaran rumpun ini mementingkan penciptaan lingkungan belajar yang memungkinkan manipulasi penguatan perilaku secara efektif sehingga terbentuk pola perilaku yang dikehendaki. Adapun jenis-jenis model pembelajaran perilaku seperti pada tabel 3.4.
Tabel 3.4. Model-model Pembelajaran Rumpun Perilaku
Normal 0 false false false MicrosoftInternetExplorer4
No. Nama Model Tokoh
Misi/tujuan
1 Contingency Management (manajemen dari akibat / hasil perlakuan) B.F. Skinner Fakta-fakta, konsep-konsep dan
Keterampilan
2 Self Conrol B.F. Skinner Perilaku sosial/ keterampilan-keterampilan
3 Relaksasi Rimm & Masters
Wolpe Tujuan-tujuan pribadi
4 Stress Reduction
(pengurangan stres) Rimm & Masters Cara relaksasi untuk mengatasi
kecemasan dalam situasi sosial
5 Assertive Training (Latihan
berekspresi) Wolpe, lazarus,
Salter Menyatakan perasaan secara
langsung dan spontan dalam
situasi sosial
6 Desensititation Wolpe Pola-pola perilaku, keterampilan–keterampilan
7 Direct training
Gagne
Smith & Smith Pola tingkah laku, keterampilan-keterampilan.
(Sumber: Bruce Joyce dan Marha Weil, 1980, Models of Teaching)
Read more: Penggolongan dan Jenis-Jenis Model Pembelajaran BERORIENTASI PAKEM ( PAKEM PART III )|EDUCATION FOR OUR COUNTRY
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial No Derivatives
proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga
Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat)
Pelaksanaan Pembelajaran
Pandangan mengenai konsep pembelajaran terus menerus mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan perkembangan IPTEKS. Tanda-tanda perkembangan tersebut, dapat kita amati berdasarkan pengertian-pengertian di bawah ini : (1) Pengajaran sama artinya dengan kegiatan mengajar. Kegiatan mengajar dilakukan oleh guru untuk menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Dalam konsep ini, guru bertindak dan berperan aktif bahkan sangat menonjol dan bersifat menentukan segalanya. Pengajaran sama artinya dengan perbuatan mengajar; (2) Pengajaran merupakan interaksi mengajar dan belajar. Pengajaran berlangsung sebagai suatu proses saling pengaruh mempengaruhi dalam bentuk hubungan interaksi antara guru dan siswa. Guru bertindak sebagai pengajar, sedangkan siswa berperan sebagai yang melakukan perbuatan belajar. Guru dan siswa menunjukkan keaktifan yang seimbang sekalipunn peranannya berbeda namun terkait satu dengan yang lainnya; (3) Pengajaran sebagai suatu sistem. Pengertian pengajaran pada hakikatnya lebih luas dan bukan hanya sebagai suatu proses atau prosedur belaka. Pengajaran adalah suatu sistem yang luas, yang mengandung dan dilandasi oleh berbagai dimensi, yakni : (a) profesi guru, (b) perkembangan dan pertumbuhan siswa/peserta didik, (c) Tujuan pendidikan dan pengajaran, (d) program pendidikan dan kurikulum, (e) perencanaan pengajaran, (f) strategi belajar mengajar, (g) Media pengajaran, (h) Bimbingan belajar, (i) hubungan antara sekolah dan masyarakat, dan (j) manajemen pendidikan / kelas.
Proses pembelajaran berlangsung dalam suasana tertentu yakni situasi belajar mengajar. Dalm situasi ini, terdapat faktor-faktor yang saling berhubungan yaitu ; tujuan pembelajaran, siswa yang belajar, guru yang mengajar, bahan yang diajarkan, metode pembelajaran, alat bantu mengajar, prosedur penilaian, dan situasi pengajaran.Dalam proses pengajaran tersebut, semua faktor bergerak secara dinamis dalam suatu rangkaian yang terarah dalam rangka membawa para siswa/peserta didik untuk mencapai tujuan pengajaran. Pengajaran merupakan suatu pola yang didalamnya tersusun suatu prosedur yang direncanakan dan terarah serta bertujuan. Dalam istilah lain, kegiatan pembelajaran terdiri dari : tahap perencanaan, pelaksanaan / implementasi, dan evaluasi.
Pelaksanaan pembelajaran adalah operasionalisasi dari perencanaan pembelajaran, sehingga tidak lepas dari perencanaan pengajaran / pembelajaran/ pemelajaran yang sudah dibuat. Oleh karenanya dalam pelaksanaannya akan sangat tergantung pada bagaimana perencanaan pengajaran sebagai operasionalisasi dari sebuah kurikulum.
Landasan filsafat psikologi , pendidikan, ekonomi dan sebagainya serta pesan-pesan dari kurikulum lainnya dari kurikulum tersebut akan sangat mempengaruhi warna perencana di samping untuk tingkatan pendidikan mana kurikulum tersebut dan model-model pengembangan perencanaan apa yang digunakan. Semua aspek tersebut akan tergambarkan dalam bagian Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau scenario pembelajaran. Memang secara umum ada langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran yang bisa berlaku umum dalam pembelajaran apapun untuk siapapun dan kapanpun (’coca cola’). Guru membuka pelajaran, menjelaskan materi, murid menyimak kalau perlu bertanya, mengevaluasi dan menutup pelajaran. Tapi karena pelaksanaan pembelajaran itu tentu saja sangat spesifik dipengaruhi oleh berbagai hal :
• Siapa yang belajar
• Apa yang dipelajari
• Dimana dia belajar
• Pesan-pesan apa yang diamanatkan kurikulum
• Siapa yang mengajarnya
Semua faktor-faktor di atas akan mempengaruhi pelaksanaan pembelajaran secara detail. Untuk menganalisis detail pelaksanaan pembelajaran harus diperhatikan :
• Materi bahan ajar
• Pola pembelajaran
• Model desain instruksional / pembelajaran
Berbagai macam model desain pembelajaran diantaranya :
• Model Briggs
• Model PPSI
• Model Gerlach & Ely
• Model Kemp
• Model IDI
Strategi pembelajaran yang dapat dikembangkan oleh guru, diantaranya :
1. Pembelajaran Penerimaan (Reception Learning)/ tokohnya : Ausebel , dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Penerimaan terhadap prinsip-prinsip umum, aturan-aturan, serta illustrasi khusus
b. Pemahaman terhadap prinsip umum. Pengujian dilakukan dengan tes yang menuntut pernyataan ulang mengenai prinsip-prinsip dan contoh-contoh yang telah diberikan
c. Partikularisasi, penerapan prinsip umum ke dalam sitausi / keadaan tertentu.
d. Tindakan, gerakan dari suasana kognitif dan proses simbol ke suasana perbuatan / tindakan.
2. Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning,), tokohnya : Piaget dan Bruner. Belajar penemuan dapat juga disebut “proses pengalaman” , dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Tindakan dalam situasi tertentu. Siswa melakukan tindakan dan mengamati pengaruh-pengaruhnya. Pengaruh-pengaruh tersebut, mungkin sebagai ganjaran atau hukuman (operant conditioning) atau mungkin memberikan keterangan mengenai hubungan sebab akibat
b. Pemahaman kasus tertentu. Apabila keadaan yang sama muncul kembali, maka dia dapat mengantisipasi pengaruh yang bakal terjadi. Dan konsekuensi-konsekuensi apa yang akan dirasakan.
c. Generalisasi, siswa membuat kesimpulan atas prinsip-prinsip umum berdasarkan pemahaman terhadap situasi tertentu.
d. Tindakan dalam suasana baru , siswa menerapkan prinsip dan mengantisipasi pengaruhnya.
3. Pembelajaran Penguasaan (Mastery Learning), tokoh : Carol . Pembelajaran ini dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mengajarkan satuan pelajaran pertama dengan menggunakan metode kelompok.
b. Memberikan tes diagnostik untuk memeriksa kemajuan belajar siswa setelah disampaikan satuan pelajaran tersebut.
c. Siswa yang telah memenuhi kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan diperkenankan menempuh pengajaran berikutnya, sedangkan bagi yang belum diberikan kegiatan korektif
d. Melakukan pemeriksaan akhir untuk mengetahui hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam jangka waktu tertentu.
4. Pembelajaran Terpadu (Unit Learning); pendekatan ini pada mulanya disebut metode proyek yang dikembangkan oleh John Dewey dan orang pertama yang mempergunakan istilah unit adalah Morrison. Langkah-langkah umum pengembangan program unit adalah :
a. Menyusun lembar unit yang luas bertitik tolak dari topik atau masalah tertentu.
b. Menyusun unit pembelajaran, sebagai bagian dari sumber unit, yang dirancang dengan pola tertentu.
c. Menyusun unit lesson dalam rangka melaksanakan unit pengajaran yang telah dikembangkan itu
d. Menyusun satuan pelajaran, yang akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar harian
Pembelajaran Bidang teknik dan kejuruan (Vocational dan Tehcnical Instruction)/ Pembelajaran Kompetensi.
Dalam konteks pembelajaran di kejuruan, belajar melibatlkan perolehan pengetahuan, kecakapan, keterampilan, dan sikap berkenaan dengan kompetensi menyelesaikan tugas atau pekerjaan. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran kompetensi :
a. Belajar keseluruhan dan bagian
b. Pemotongan bahan pembelajaran
c. Belajar aktif
d. Umpan balik
e. Belajar lebih
f. Penguatan
g. Belajar yang pertama dan terakhir
h. Bahan yang bermakna
i. Belajar menggunakan banyak indra
j. Transfer belajar
Pembelajaran Modul
Modul merupakan satu satuan atau unit pembelajaran terkecil berkenaan dengan sesuatu topik atau masalah. Satuan pembelajaran tersebut disusun dalam suatu paket yang disebut paket modul.Pembelajaran modul di Indonesia dikembangkan sejak tahun 1974 pada sekolah-sekolah Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP). Sampai saat ini, pembelajaran modul masih digunakan pada SMP Terbuka dan Universitas Terbuka. Dalam pembelajaran modul, para siswa belajar secara individual, mereka dapat menyesuaikan kecepatan belajarnya sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Secara umum suatu modul mengandung komponen-komponen pembelajaran sebagai berikut :
a. Identitas modul
b. Petunjuk pengerjaan modul
c. Tujuan pembelajaran
d. Bahan bacaan
e. Kegiatan belajar mengakar aktif
f. Media dan sumber pembelajaran
g. Tes
Pembelajaran modul menerapkan strategi belajar siswa aktif, karena dalam proses pembelajarannya siswa tidak lagi berperan sebagai pendengan dan pencatat ceramah guru, tetapi mereka adalah pelajar yang aktif. Dalam pembelajaran modul, guru berperan sebagai pengelola, pengarah, pembimbing, fasilitator, dan pendorong aktivitas belajar siswa. Pembelajaran modul juga menerapkan konsep multi media dan multi metode. Meskipun pada prinsipnya pembelajaran modul bersifat individual, tetapi ada saat / tugas-tugas tertentu yang menuntut siswa bekerjasama dalam kelompok.
Penggolongan dan Jenis-Jenis Model Pembelajaran
Joyce dan Weil (1980,1992) dalam bukunya Models of Teaching menggolongkan model-model pembelajaran ke dalam empat rumpun. Keempat rumpun model pembelajaran tersebut adalah: (1) rumpun model pembelajaran Pemrosesan Informasi, (2) rumpun model pembelajaran Personal, (3) rumpun model pembelajaran Sosial, dan (4) rumpun model pembelajaran Perilaku.
1. Rumpun model-modelPemrosesan Informasi
Model-model pembelajaran dalam rumpun Pemrosesan Informasi bertitik tolak dari prinsip- prinsip pengolahan informasi, yaitu yang merujuk pada cara-cara bagaimana manusia menangani rangsangan dari lingkungan, mengorganisasi data, mengenali masalah, menyusun konsep, memecahkan masalah, dan menggunakan simbol-simbol. Beberapa model pembelajaran dalam rumpun ini berhubungan dengan kemampuan pebelajar (peserta didik) untuk memecahkan masalah, dengan demikian peserta didik dalam belajar menekankan pada berpikir produktif. Sedangkan beberapa model pembelajaran lainnya berhubungan dengan kemampuan intelektual secara umum, dan sebagian lagi menekankan pada konsep dan informasi yang berasal dari disiplin ilmu secara akademis.
Jenis model-model pembelajaran yang termasuk ke dalam rumpun pemrosesan informasi ini adalah seperti tertera pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Model- Model
Pembelajaran Rumpun Pemrosesan Informasi
Catatan : untuk penjelasan tiap-tiap modelnya akan
diposting pada kesempatan lain !
No. Nama Model
Pembelajaran Tokoh Misi/tujuan/manfaat
1 Berpikir Induktif
Hilda Taba Ditujukan secara khusus untuk pembentukan kemampuan berpikir induktif yang banyak diperlukan dalam kegiatan akademik meskipun diperlukan juga untuk kehidupan pada umumnya. Model ini memiliki keunggulan melatihkan kemampuan menganalisis informasi dan membangun konsep yang berhubungan dengan kecakapan berpikir.
2. Pembentukan
konsep
Jerome
Bruner,
Goodnow,
dan Austin Dirancang terutama untuk pembentukan kemampuan berpikir induktif, peserta didik
dilatih mempelajari konsep secara efektif.
3 Latihan inkuari
Richard
Suchman Sama dengan model berpikir induktif, model ini ditujukan untuk pembentukan kemampuan berpikir induktif yang banyak diperlukan dalam kegiatan akademik meskipun diperlukan juga untuk kehidupan pada umumnya.
4 Perkembangan
kognitif
Jean Piaget,
Irving Sigel,
Edmun
Sullivan,
Lawrence
dan
Kohlberg Dirancang terutama untuk pembentukan kemampuan berpikir/pengembangan intelektual pada umumnya, khususnya berpikir logis, meskipun demikian kemampuan ini dapat diterapkan pada kehidupan sosial dan pengembangan moral.
5 Advance
organizer
David
Ausubel Dirancang untuk meningkatkan kemampuan mengolah informasi melalui penyajian materi beragam (ceramah, membaca, dan media lainnya) dan menghubungkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah ada.
6 Mnemonics
Pressley,
Levin,
Delaney Strategi belajar untuk mengingat dan mengasimilasi informasi.
(Sumber: Bruce Joyce dan Marsha Weil, 1980 dan Bruce Joyce, Marsha Weil,
dan Beverly Showers, 1992, 1996: Models of Teaching)
2. Rumpun model- model Pribadi/individual
Model-model pembelajaran yang termasuk rumpun model-model Personal/individual menekankan pada pengembangan pribadi. Model-model pembelajaran ini menekankan pada proses dalam “membangun/mengkonstruksi” dan mengorganisasi realita, yang memandang manusia sebagai pembuat makna. Model-model pembelajaran rumpun ini memberikan banyak perhatian pada kehidupan emosional. Fokus pembelajaran ditekankan untuk membantu individu dalam mengembangkan hubungan individu dengan lingkungannya dan untuk melihat dirinya sendiri.
Jenis-jenis model pembelajaran pribadi seperti tercantum pada tabel 3.2.
Tabel 3.2. Model-Model Pembelajaran Personal (Pribadi)
Normal 0 false false false MicrosoftInternetExplorer4
No. Nama Model
Pembelajaran Tokoh Misi/tujuan/manfaat
1 Pengajaran Non
Direktif
Carl Rogers Penekanan pada pembentukan kemampuan belajar sendiri untuk mencapai pemahaman dan penemuan diri sendiri sehingga terbentuk konsep diri. Model ini menekankan pada hubungan guru-peserta didik.
2. Latihan
Kesadaran
Fritz Perls
William Schutz Pembentukan kemampuan menjajagi dan
menyadari pemahaman diri sendiri.
3 Sinektik
William
Gordon Pengembangan individu dalam hal kreativitas dan pemecahan masalah kreatif.
4 Sistem
Konseptual
David Hunt Didisain untuk meningkatkan kompleksitas pribadi dan fleksibilitas.
5 Pertemuan kelas
William
Glasser Pengembangan pemahaman diri dan tanggungjawab pada diri sendiri dan kelompok sosial lainnya.
(Sumberi Bruce Joyce dan Marha Weil, 1980, Models of Teaching, )
3. Rumpun model-model Interaksi Sosial
Model-model pembelajaran yang termasuk dalam rumpun Sosial ini menekankan hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain. Model-model ini memfokuskan pada proses di mana realitas adalah negosiasi sosial. Model-model pembelajaran dalam kelompok ini memberikan prioritas pada peningkatan kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain untuk meningkatkan proses demokratis dan untuk belajar dalam masyarakat secara produktif. Tokoh-tokoh teori sosial juga peduli dengan pengembangan pikiran (mind) diri sebagai pribadi dan materi keakademisan.
Jenis-jenis model pembelajaran rumpun Interaksi Sosial adalah seperti dalam tabel 3.3. berikut ini.
Tabel 3.3. Model-model Pembelajaran Interaksi Sosial
No. Nama Model
Pembelajaran Tokoh Misi/tujuan
1 Kerja
kelompok.
(investigation
group)
Herbert Thelen
John Dewey Mengembangkan keterampilanketerampilan untuk berperan dalam kelompok yang menekankan keterampilan komunikasi interpersonal dan keterampilan inkuari ilmiah. Aspek-aspek pengembangan pribadi merupakan hal yang penting dari model ini.
2. Inkuari Sosial Byron Massialas
Benjamin Cox Pemecahan masalah sosial, utamanya melalui inkuari ilmiah dan penalaran logis.
3 Jurisprudential National Training
Laboratory
Bethel, Maine
Donald Oliver
James P.Shaver Pengembangan keterampilan interpersonal dan kerja kelompok untuk mencapai, kesadaran, dan fleksibilitas pribadi. Didisain utama untuk melatih kemampuan mengolah informasi dan menyelesaikan isu kemasyarakatan dengan kerangka acuan atau cara berpikir Jurisprudensial (ilmu tentang Hokum-hukum manusia).
4 Role playing
(Bermain
peran)
Fannie Shaftel
George Shafted Didisain untuk mengajak peserta didik dalam menyelidiki nilai-nilai pribadi dan sosial melalui tingkah laku mereka sendiri dan nilai-nilai yang menjadi sumber dari penyelidikan itu
5 Simulasi Sosial Sarene Boocock, Didisain untuk membantu pengalaman peserta didik melalui proses sosial dan realitas dan untuk menilai reaksi mereka terhadap proses-proses sosial tersebut, juga untuk memperoleh konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan pengambilan keputusan.
(Sumber: Bruce Joyce dan Marha Weil, 1980, Models of Teaching)
4. Rumpun Model-model Perilaku
Semua model pembelajaran rumpun ini didasarkan pada suatu pengetahuan yang mengacu pada teori perilaku, teori belajar, teori belajar sosial, modifikasi perilaku, atau perilaku terapi. Model-model pembelajaran rumpun ini mementingkan penciptaan lingkungan belajar yang memungkinkan manipulasi penguatan perilaku secara efektif sehingga terbentuk pola perilaku yang dikehendaki. Adapun jenis-jenis model pembelajaran perilaku seperti pada tabel 3.4.
Tabel 3.4. Model-model Pembelajaran Rumpun Perilaku
Normal 0 false false false MicrosoftInternetExplorer4
No. Nama Model Tokoh
Misi/tujuan
1 Contingency Management (manajemen dari akibat / hasil perlakuan) B.F. Skinner Fakta-fakta, konsep-konsep dan
Keterampilan
2 Self Conrol B.F. Skinner Perilaku sosial/ keterampilan-keterampilan
3 Relaksasi Rimm & Masters
Wolpe Tujuan-tujuan pribadi
4 Stress Reduction
(pengurangan stres) Rimm & Masters Cara relaksasi untuk mengatasi
kecemasan dalam situasi sosial
5 Assertive Training (Latihan
berekspresi) Wolpe, lazarus,
Salter Menyatakan perasaan secara
langsung dan spontan dalam
situasi sosial
6 Desensititation Wolpe Pola-pola perilaku, keterampilan–keterampilan
7 Direct training
Gagne
Smith & Smith Pola tingkah laku, keterampilan-keterampilan.
(Sumber: Bruce Joyce dan Marha Weil, 1980, Models of Teaching)
Read more: Penggolongan dan Jenis-Jenis Model Pembelajaran BERORIENTASI PAKEM ( PAKEM PART III )|EDUCATION FOR OUR COUNTRY
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial No Derivatives
Paradigma Pendidikan Islam
Paradigma Pendidikan Islam Sebuah Kajian Awal
Oleh
ZULHAMRI
Pada zaman penjajahan dunia Islam oleh Imprialis Barat, metode intelektual tradisional yang dianut sebagian besar sistem pendidikan kaum Muslimin semakin mengkristal, terutama akibat tekanan-tekanan penjajah yang sangat aktif menyebarkan ide- ide sekulernya yang berkedok modernisasi, kemajuan dan istilah sejenisnya yang pada hakikatnya ingin menghilangkan keimanan kaum Muslimin. Faktor inilah yang mendorong para pemuka kaum Muslimin yang umumnya menjadikan madrasah, pondok pesantren, surau dan lainnya beroposisi mati-matian terhadap penjajah kafir dengan segala program dan aktivitasnya. Generasi-generasi Islam didikan sistem tradisional ditanamkan semangat anti penjajah dan anti segala yang berbau penjajah Barat, sehingga mendorong mereka kepada sikap antipati terhadap segala sesuatu yang datangnya dari penjajah Barat, termasuk pengetahuan-pengetahun yang di ambil Barat dari kaum Muslimin terdahulu berupa ilmu-ilmu terapan praktis yang akan membantu mereka menuju kemajuan dunia. Karena sikap anti Barat yang ekstrim inilah kemudian sistem pendidikan Islam tradisional dipinggir-kan penjajah, dihambat perkembangannya, tidak mendapat bantuan semestinya bahkan ada yang dibubarkan penjajah karena dijadikan pusat gerakan menentang panjajah. Dari lembaga pendidikan tradisional ini banyak lahir tokoh-tokoh yang menentang penjajah dengan sikapnya yang gagah berani, dari Indonesia sampai ke Timur Tengah. Sebagian besar tokoh-tokoh pergerakan dan kebangkitan nasional pra kemerdekaan di dunia Islam lahir dari kalangan tradisional, seperti Pangeran Diponegoro dan Imam Bonjol di Indonesia. Demikian pula ketika zaman pergolokan merebut kemerdekaan dunia Islam dari penjajah Barat, umumnya lembaga pendidikan tradisional Islam menjadi benteng utama kaum Muslimin dengan kharisma Ulamanya sebagai pemimpin gerakan, sekaligus menjadi markas untuk menentang dominasi penjajah Barat yang menanbah bencinya kaum penjajah terhadap lembaga tradisional Islam yang susah ditakluki.
Akhirnya penjajah membuka lembaga pendidikan sekuler ala Barat untuk mendidik kader-kadernya dari kalangan pribumi dengan pembiyaan penuh dari penjajah dan sekaligus menyaingi dominasi lembaga pendidikan tradisional Islam yang dikelola secara waqaf. Akhirnya pada masa pasca kemerdekaan, setelah berjuang melawan penjajah dengan semangat tinggi sabung menyambung, generasi produk lembaga pendidikan tradisional Islam disingkirkan peranannya dari birokrasi kekuasaan oleh kaum modernis- sekuler produk lembaga pendidikan Barat. Para pejuang sejati ini dianggap tidak memenuhi persyaratan karena mereka tidak menguasai ilmu modern yang diajarkan panjajah sebagai syarat mutlak seorang birokrat pemerintah, mereka hanya direkrut sebagai pegawai rendahan pinggiran yang mengurus hal-ihwal keagamaan yang tidak memiliki nilai strategis dalam pemerintahan.
Sampai hari ini metode intelektual tradisional masih dipertahankan sebagaian besar kaum Muslimin, baik secara murni ataupun dengan tambahan sedikit beberapa materi pengetahuanduniawi, seperti matematika, fisika, biologi, bahasa inggris dan lainnya. Sistem pendidikan yang mempertahankan metode intelektual tradisional semacam ini, umumnya akan melahirkan para cendikiawan teksbook, yang handal membahas kitab-kitab klasik, tanpa inovasi baru, kecuali mengulas (mensyarah) kitab yang sudah ada. Ataupun ulama dan ustadz yang terpinggir arus modernisasi dan globalisasi dunia, karena ketidakmampuannya menanggapi dan menyelesaikan problem-problem baru yang dihadapi masyarakat modern.
Namun bagaimanapun, sistem pendidikan tradisional ini memiliki keutamaan- keutamaan yang mengangumkan, seperti telah terbukti mampu melahirkan generasi yang konsisten dan sangat menghormati ajaran Islam, bahkan mereka rela mengorbankan harta dan nyawa untuk kepentingan Islam dan ummatnya, disamping pribadi yang peka terhadap masyarakat disekelilingnya, berakhlaq mulia, tawaddu’, ahli ibadah, patriotik menentang kemungkaran dan kebatilan dengan semangat juhadnya dan sifat-sifat mulia seorang muslim. Dan metode ini telah melahirkan pemikir-pemikir besar dunia dalam bidangnya masing-masing, baik dalam ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu tasawuf, ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu sastra, filsafat, pengetahuan alam dan sosial serta cabang-cabang ilmu lainnya yang mengangumkan dunia sampai sekarang.
Contoh paling tepat untuk sistem pendidikan yang menerapkan metode intelektual tradisional adalah Universitas Al-Azhar di Mesir pada awal abad ini dan sebelumnya, yaitu masa sebelum terjadinya pembaruan-pembaruan pada sistem pendidikannya yang dianjurkan cendikiawan terkemuka seperti Syaikh Muhammad Abduh.
Universitas Al-Azhar awalnya adalah sebuah masjid yang didirikan oleh Dinasti Fatimiyah yang bermadzhab syi’ah dan berhasil mengembangkannya sebagai sebuah institusi pengkajian Islam bermadzhab syi’ah, khususnya di msa pemerintahan Sultan al- Aziz. Ketika Mesir di ambil alih Salahuddin al-Ayyubi yang bermadzhab sunni syafi’yyah, Al-Azhar dikembangkannya berdasarkan madzhab sunni dan mengalami perkembangan yang demikian pesatnya dan menjadi tumpuan pelajar-pelajar dari dunia Islam untuk mendalami ilmu fiqh, ilmu kalam, ataupun adab (sastra Arab). Demikian pula masa-masa sesudahnya di bawah pemerintahan dinasti Mamluk, Al-Azhar berkembang amat pesat menjadi pusat studi Islam terbesar di dunia.11
2. Sistem Pendidikan Sekuler
Sistem pendidikan sekuler12 dikenal kaum Muslimin setelah masuknya penjajah Barat yang menguasai dunia Islam. Para penjajah yang dilengkapi teknologi modern datang ke dunia Islam dengan semboyan 3 G, Glory (kemenangan), Gold (emas) dan Gospel (penginjilan), dengan kata lainnya bertujuan untuk menguasai negeri, merampok kekayaan dan sekaligus menyebarkan faham mereka yang sekuleristis. Untuk mencapai maksud yang terakhir ini para penjajah telah mendirikan institusi-institusi pendidikan model Barat
11
Untuk ini lihat misalnya : Syaikh Abdullah ‘Inan, Tarikh al-Jami’ Al-Azhar, (Qahirah : Muassasah al-Khumji, th.2. 1958) .Bayard Dodge, Al-Azhar: A Millenium of Muslim Learning (Washington DC : The middle East Institute, 1962); A.Chris Eccel, Egypt, Islam and Social Change : Al-Azhar in Conflict and Accomodation (Berlin : Klaus Schwarz Verlag, 1984).
12Sekuler / sekulerisme adalah faham yang memisahkan antara ajaran dunia dengan agama, menurut faham ini dunia,
baik ilmu pengetahuan, teknologi, kekuasaan, moral dan lainnya adalah terpisah sama sekali dengan ajaran agama. Faham paling ektrim dari sekulerisme adalah Atheisme yang dianut kaum Komonis, bukan saja memisahkan, namun menolak dan memerangi agama dan tidak mempercayai adanya Tuhan Pencipta alam. Dan Sekulerisme lahir akibat pemberontakan intelektual yang dilakukan para Cendikiawan Barat abad pertengahan yang sudah tercerahkan terhadap pemuka-pemuka Kristen yang mendominasi kehidupan masyarakat dan mendapat dukungan para Raja. Para cendikiawan tercerahkan mendapatkan momentumnya ketika terjadinya revolusi industri yang membawa arti kemenangan para cendikiawan terhadap dominasi Raja dan Pemuka Gereja. Revolusi industri telah melahirkan pemikir-pemikir ulung Barat dalam berbagai disiplin ilmu, akibatnya mereka memusihi agama Kristen yang selama ini dianggapnya telah membelenggu pemikiran dan kreativitas mereka, dan mereka menjadi orang yang sekuler, memisahkan agama dari segala aktivitas keduniaan. Untuk memahami segala yang berkaitan dengan Sekulerisme, lihat : Syed Moh. Naguib al-Attas, Islam and Secularism.(Kuala Lumpur : ABIM, 1978).
dengan metode dan landasan filsafat pendidikan Barat yang sekuler dengan tujuan untuk mencetak kader-kader yang berwajah pribumi (Muslim) namun berfikiran Barat dan akan dijadikan sebagai pegawai-pegawai upahan mereka. Sehubungan masalah ini, Abduh menulis :
(pendidikan ini diadakan agar murid) memperoleh gelar yang memungkinkannya untuk menduduki jabatan juru tulis di suatu departemen pemerintah kolonial. Tetapi bahwa keperibadian-nya harus dibentuk dengan pendidikan dan penanaman nilai-nilai hingga ia menjadi orang yang baik dan layak, agar ia melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya di dalam pemerintahan ataupun luarnya, tidaklah pernah dipikirkan oleh guru-guru atau mereka yang mengangkat guru-guru tersebut.13
Pada awalnya para cendikiawan Muslim seperti Sayyid Ahmad Khan, Syekh Muhammad Abduh, Iqbal dan lainnya berprasangka baik terhadap sistem pendidikan sekuler dengan metode intelektual Baratnya yang rasional dan modern. Bahkan dengan metode ini para cendikiawan Muslim ingin mencetak generasi-generasi Muslim yang berpengetahun maju seperti Barat dengan metode intelektualnya yang modern. Namun realitasnya generasi apakah yang telah dilahirkan oleh sistem pendidikan sekuler yang diterapkan pada generasi Islam oleh para pemerintah kolonial ini ? Muhammad Abduh menulis :
Murid-murid sekolah ini sampai sekarang adalah anak-anak yang tujuan orang tuanya mendidik mereka adalah untuk menjadi pegawai pemerintah, baik menyadari tujuan tersebut atau tidak....... (jika mereka tidak menyadarinya), maka si murid akan pulang kampung, kembali kepada orang tuanya sesudah menyelesaikan sekolahnya, sesudah mempelajari unsur-unsur sains yang ia tidak tahu di mana menerapkannya....... Ia merosot dalam kondisi moral yang lebih buruk daripada orang-orang buta huruf yang bagaimanapun masih tetap berada dalam kondisi alamiyah mereka; mereka frustasi, ia melihat dirinya tidak bisa melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh orang tua dan keluarganya. Dengan demikian ia menggunakan umurnya dengan sepenuhnya menganggur atau hampir setingkat dengan itu.14
Atau apa yang dikatakan penyair Hali, seorang yang pernah mendukung kebijaksanaan Sayyid Ahmad Khan untuk mengadopsi pendidikan sekuler Inggris, dalam syairnya berjudul Musaddas :
Mereka tidak dapat meraih prestadi dalam pemerintah, Tidak sanggup berkata sepatahpun
dalam bahasa Durbar yang tinggi, tidak kuat memikul barang di bazar-bazar, tidak tahu bercocok tanam di ladang. Ah, kalau saja mereka tidak “terdidik”
Syaikh Muhammad Abduh,op. cit. vol 3. hlm.11 1
Mereka tentu dapat mencari rezeki dengan seribu cara
tapi sekarang, berkat pendidikan mereka,
mereka tidak dapat berbuat apa-apa.15
Setelah kemerdekaan negeri-negeri kaum Muslimin diperoleh, maka sistem pendidikan yang menerapkan metode intelektual sekuler ini mendapat tempat utama dalam pendidikan negara, karena umumnya penguasa-penguasa pemerintahan yang baru merdeka adalah produk sistem pendidikan sekuler yang telah disiapkan penjajah untuk meneruskan penjajahannya. Sehubungan masalah ini, Fazlur Rahman menulis :
Sejak diperolehnya kemerdekaan politik, (a) pendidikan di negeri-negeri tersebut pada dasarnya hanya merupakan kelanjutan dari pendidikan kolonial, yang pada intinya ditujukan untuk melatih pegawai-pegawai pemerintah rendahan yang akan melayani kepentingan pemerintah kolonial; pendidikan ini tidaklah memberikan pendasaran yang kuat dalam budaya tradisional, tidak pula latihan yang ril untuk melaksanakan tanggungjawab dalam suatu masyarakat modern yang merdeka.16
Atau apa yang dikatakan Faruqi :
Kemerdekaan nasional telah memberikan dorongan yang terbesar kepada sistem pendidikan sekuler, dengan menganggap-kan kemerdekaan itu sebagai kemerdekaannya sendiri. Mencu-rahkan dana negara ke dalam sistemnya dan semakin menyebar-luaskannya dengan dalih demi nasionalisme dan patriotisme. Kekuatan-kekuatan westernisasi dan sekulerisasi dan sebagai akibatnya, de-Islamisasi para guru dan murid berlanjut terus dengan pasti dan menentukan di sekolah-sekolah tinggi dan universitas-universi-tas.17
Metode intelektual yang diterapkan sistem pendidikan sekuler yang sebagian besarnya diterapkan kaum Muslimin saat ini telah melahirkan generasi tanggung yang serba salah. Tidak menjadi pribadi Muslim yang soleh seperti produk metode tradisional ataupun tidak juga seperti generasi Barat yang modern-ilmiyah dan rasional, tidak menyerupai generasi Islam terdahulu yang konsisten terhadap ajaran Islam juga tidak memiliki wawasan maju seperti generasi Barat sekuler, tapi hanya sebuah karikatur generasi Barat yang hanya pandai membeo, membebek dan meniru penampilan luar Barat saja, tidak lebih dari itu. Produk pendidikan metode sekuler ini menambah beban kaum Muslimin yang sudah menderita dengan keterbelakangannya, karena mereka tidak dapat dipergunakan untuk Islam dan kemajuan ummatnya akibat ketidak fahaman mereka terhadap ajaran Islam dan yang terpenting mereka tidak memiliki ruh keislaman yang akan menjadi penggerak utama dalam kehidupan seorang Muslim, karena metode ini telah
15
Khawaja Altaf, Husayn Hali,M usaddas, (Luknow : Sadi, 1935). hlm. 72
16Fazlur Rahman, op.cit ,hlm.89
17Ismail Faruqi, op.cit. ,hlm. 12
memisahkan mereka dari ajaran Islam dan semangatnya. Sebagian besar dari mereka akhirnya mengejar materi keduniaan dengan profesi masing-masing karena metode ini telah menjadikan mereka manusia-manusia materialis, yang menjadi salah satu tujuan dan falsafah didirikannya lembaga pendidikan sekuler. Generasi Muslim yang terdidik dalam metode ini meneruskan pendidikan setinggi-tingginya agar kelak mendapat kedudukan yang tinggi dengan penghasilan yang tinggi pula. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang menjadi penentang-penentang Islam yang amat gigih, lebih mengutamakan sistem hidup sekuler daripada Islam, dan jika mereka mendapat kedudukan tinggi dalam pemerintahan, merekalah yang akan menjadi agen utama para penjajah modern dalam menyebarkan segala bentuk ide sesat yang akan menjeruskan ummah. Namun anehnya, di saat yang sama mereka tetap ngotot menyatakan dirinya sebagai seorang Muslim, bahkan dengan bangga menyatakan dirinya sebagai Muslim sekuler, sebuah istilah yang tidak pernah dikenal Islam, dan pernyataan ini yang akan mengakibatkan terkeluarnya mereka dari Islam. Karena dalam Islam tidak ada istilah Islam sekuler, Islam yang memisahkan antara dunia dengan agama, Islam berbeda dengan ajaran Kristen yang menjadi penyebab lahirnya sekulerisme, karena Islam adalah ajaran lengkap dan sempurna yang memerintahkan pemeluknya agar mengikuti Islam secara totalitas (kaffah).
Dewasa ini telah berkembang dengan pesatnya institusi-institusi pendidikan yang menerapkan metode sekuler yang yang dikelola kaum Muslimin, bahkan ada yang menggunakan nama universitas Islam, namun metode yang diterapkan adalah metode sekuler, akhirnya institusi seperti ini tidak akan mengantarkan kemajuan kepada ummah, bahkan akan menambah beban yang sudah ada. Sehubungan masalah ini, Faruqi menulis :
Meskipun perluasan hebat yang terjadi sedemikian jauhnya, keadaan pendidikan di dunia Islam adalah yang terburuk. Sehubungan Islamisasi, baik sekolah-sekolah, akademi-akademi dan universitas-universitas yang tradisional ataupun sekuler tidak pernah seberani sekarang dalam mengemukakan tesa-tesa yang tidak Islami dan tidak pernah sehebat sekarang acuhnya mayoritas terbesar pemuda-pemuda Muslim terhadap Islam. Karena diciptakan di masa pemerintahan kolonial, sistem pendidikan sekuler ini memegang proporsi yang sangat besar dan mencampakkan sistem Islam dari bidang ini.18
Contoh nyata dari sistem pendidikan sekuler ini adalah sekolah-sekolah, akademi- akademi, universitas-universitas dan isntitusi-institusi yang dikendalikan oleh pemerintah di sebagian besar dunia Islam. Institusi pendidikan yang merupakan karikatur dari sistem pendidikan Barat, yang tidak memberikan tempat pada Islam, kecuali sedikit sekali, sebagai mata pelajaran pelengkap yang tidak akan memberikan pemahaman mendalam tentang Islam apa lagi akan menumbuhkan semangat keislaman tinggi yang membawa perubahan mental. Islam dipelajari sebatas pengetahuan, sebagaimana pengetahuan-pengetahuan lainnya, bukan dipelajari sebagai pembimbing kehidupan yang harus diterapkan dalam kehidupan nyata sebagai pedoman aktivitas kehidupan. Generasi Islam yang belajar didoktrin sebagaimana faham sekuler memandang kedudukan agama dan memisahkannya
18i bid,
Oleh
ZULHAMRI
Pada zaman penjajahan dunia Islam oleh Imprialis Barat, metode intelektual tradisional yang dianut sebagian besar sistem pendidikan kaum Muslimin semakin mengkristal, terutama akibat tekanan-tekanan penjajah yang sangat aktif menyebarkan ide- ide sekulernya yang berkedok modernisasi, kemajuan dan istilah sejenisnya yang pada hakikatnya ingin menghilangkan keimanan kaum Muslimin. Faktor inilah yang mendorong para pemuka kaum Muslimin yang umumnya menjadikan madrasah, pondok pesantren, surau dan lainnya beroposisi mati-matian terhadap penjajah kafir dengan segala program dan aktivitasnya. Generasi-generasi Islam didikan sistem tradisional ditanamkan semangat anti penjajah dan anti segala yang berbau penjajah Barat, sehingga mendorong mereka kepada sikap antipati terhadap segala sesuatu yang datangnya dari penjajah Barat, termasuk pengetahuan-pengetahun yang di ambil Barat dari kaum Muslimin terdahulu berupa ilmu-ilmu terapan praktis yang akan membantu mereka menuju kemajuan dunia. Karena sikap anti Barat yang ekstrim inilah kemudian sistem pendidikan Islam tradisional dipinggir-kan penjajah, dihambat perkembangannya, tidak mendapat bantuan semestinya bahkan ada yang dibubarkan penjajah karena dijadikan pusat gerakan menentang panjajah. Dari lembaga pendidikan tradisional ini banyak lahir tokoh-tokoh yang menentang penjajah dengan sikapnya yang gagah berani, dari Indonesia sampai ke Timur Tengah. Sebagian besar tokoh-tokoh pergerakan dan kebangkitan nasional pra kemerdekaan di dunia Islam lahir dari kalangan tradisional, seperti Pangeran Diponegoro dan Imam Bonjol di Indonesia. Demikian pula ketika zaman pergolokan merebut kemerdekaan dunia Islam dari penjajah Barat, umumnya lembaga pendidikan tradisional Islam menjadi benteng utama kaum Muslimin dengan kharisma Ulamanya sebagai pemimpin gerakan, sekaligus menjadi markas untuk menentang dominasi penjajah Barat yang menanbah bencinya kaum penjajah terhadap lembaga tradisional Islam yang susah ditakluki.
Akhirnya penjajah membuka lembaga pendidikan sekuler ala Barat untuk mendidik kader-kadernya dari kalangan pribumi dengan pembiyaan penuh dari penjajah dan sekaligus menyaingi dominasi lembaga pendidikan tradisional Islam yang dikelola secara waqaf. Akhirnya pada masa pasca kemerdekaan, setelah berjuang melawan penjajah dengan semangat tinggi sabung menyambung, generasi produk lembaga pendidikan tradisional Islam disingkirkan peranannya dari birokrasi kekuasaan oleh kaum modernis- sekuler produk lembaga pendidikan Barat. Para pejuang sejati ini dianggap tidak memenuhi persyaratan karena mereka tidak menguasai ilmu modern yang diajarkan panjajah sebagai syarat mutlak seorang birokrat pemerintah, mereka hanya direkrut sebagai pegawai rendahan pinggiran yang mengurus hal-ihwal keagamaan yang tidak memiliki nilai strategis dalam pemerintahan.
Sampai hari ini metode intelektual tradisional masih dipertahankan sebagaian besar kaum Muslimin, baik secara murni ataupun dengan tambahan sedikit beberapa materi pengetahuanduniawi, seperti matematika, fisika, biologi, bahasa inggris dan lainnya. Sistem pendidikan yang mempertahankan metode intelektual tradisional semacam ini, umumnya akan melahirkan para cendikiawan teksbook, yang handal membahas kitab-kitab klasik, tanpa inovasi baru, kecuali mengulas (mensyarah) kitab yang sudah ada. Ataupun ulama dan ustadz yang terpinggir arus modernisasi dan globalisasi dunia, karena ketidakmampuannya menanggapi dan menyelesaikan problem-problem baru yang dihadapi masyarakat modern.
Namun bagaimanapun, sistem pendidikan tradisional ini memiliki keutamaan- keutamaan yang mengangumkan, seperti telah terbukti mampu melahirkan generasi yang konsisten dan sangat menghormati ajaran Islam, bahkan mereka rela mengorbankan harta dan nyawa untuk kepentingan Islam dan ummatnya, disamping pribadi yang peka terhadap masyarakat disekelilingnya, berakhlaq mulia, tawaddu’, ahli ibadah, patriotik menentang kemungkaran dan kebatilan dengan semangat juhadnya dan sifat-sifat mulia seorang muslim. Dan metode ini telah melahirkan pemikir-pemikir besar dunia dalam bidangnya masing-masing, baik dalam ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu tasawuf, ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu sastra, filsafat, pengetahuan alam dan sosial serta cabang-cabang ilmu lainnya yang mengangumkan dunia sampai sekarang.
Contoh paling tepat untuk sistem pendidikan yang menerapkan metode intelektual tradisional adalah Universitas Al-Azhar di Mesir pada awal abad ini dan sebelumnya, yaitu masa sebelum terjadinya pembaruan-pembaruan pada sistem pendidikannya yang dianjurkan cendikiawan terkemuka seperti Syaikh Muhammad Abduh.
Universitas Al-Azhar awalnya adalah sebuah masjid yang didirikan oleh Dinasti Fatimiyah yang bermadzhab syi’ah dan berhasil mengembangkannya sebagai sebuah institusi pengkajian Islam bermadzhab syi’ah, khususnya di msa pemerintahan Sultan al- Aziz. Ketika Mesir di ambil alih Salahuddin al-Ayyubi yang bermadzhab sunni syafi’yyah, Al-Azhar dikembangkannya berdasarkan madzhab sunni dan mengalami perkembangan yang demikian pesatnya dan menjadi tumpuan pelajar-pelajar dari dunia Islam untuk mendalami ilmu fiqh, ilmu kalam, ataupun adab (sastra Arab). Demikian pula masa-masa sesudahnya di bawah pemerintahan dinasti Mamluk, Al-Azhar berkembang amat pesat menjadi pusat studi Islam terbesar di dunia.11
2. Sistem Pendidikan Sekuler
Sistem pendidikan sekuler12 dikenal kaum Muslimin setelah masuknya penjajah Barat yang menguasai dunia Islam. Para penjajah yang dilengkapi teknologi modern datang ke dunia Islam dengan semboyan 3 G, Glory (kemenangan), Gold (emas) dan Gospel (penginjilan), dengan kata lainnya bertujuan untuk menguasai negeri, merampok kekayaan dan sekaligus menyebarkan faham mereka yang sekuleristis. Untuk mencapai maksud yang terakhir ini para penjajah telah mendirikan institusi-institusi pendidikan model Barat
11
Untuk ini lihat misalnya : Syaikh Abdullah ‘Inan, Tarikh al-Jami’ Al-Azhar, (Qahirah : Muassasah al-Khumji, th.2. 1958) .Bayard Dodge, Al-Azhar: A Millenium of Muslim Learning (Washington DC : The middle East Institute, 1962); A.Chris Eccel, Egypt, Islam and Social Change : Al-Azhar in Conflict and Accomodation (Berlin : Klaus Schwarz Verlag, 1984).
12Sekuler / sekulerisme adalah faham yang memisahkan antara ajaran dunia dengan agama, menurut faham ini dunia,
baik ilmu pengetahuan, teknologi, kekuasaan, moral dan lainnya adalah terpisah sama sekali dengan ajaran agama. Faham paling ektrim dari sekulerisme adalah Atheisme yang dianut kaum Komonis, bukan saja memisahkan, namun menolak dan memerangi agama dan tidak mempercayai adanya Tuhan Pencipta alam. Dan Sekulerisme lahir akibat pemberontakan intelektual yang dilakukan para Cendikiawan Barat abad pertengahan yang sudah tercerahkan terhadap pemuka-pemuka Kristen yang mendominasi kehidupan masyarakat dan mendapat dukungan para Raja. Para cendikiawan tercerahkan mendapatkan momentumnya ketika terjadinya revolusi industri yang membawa arti kemenangan para cendikiawan terhadap dominasi Raja dan Pemuka Gereja. Revolusi industri telah melahirkan pemikir-pemikir ulung Barat dalam berbagai disiplin ilmu, akibatnya mereka memusihi agama Kristen yang selama ini dianggapnya telah membelenggu pemikiran dan kreativitas mereka, dan mereka menjadi orang yang sekuler, memisahkan agama dari segala aktivitas keduniaan. Untuk memahami segala yang berkaitan dengan Sekulerisme, lihat : Syed Moh. Naguib al-Attas, Islam and Secularism.(Kuala Lumpur : ABIM, 1978).
dengan metode dan landasan filsafat pendidikan Barat yang sekuler dengan tujuan untuk mencetak kader-kader yang berwajah pribumi (Muslim) namun berfikiran Barat dan akan dijadikan sebagai pegawai-pegawai upahan mereka. Sehubungan masalah ini, Abduh menulis :
(pendidikan ini diadakan agar murid) memperoleh gelar yang memungkinkannya untuk menduduki jabatan juru tulis di suatu departemen pemerintah kolonial. Tetapi bahwa keperibadian-nya harus dibentuk dengan pendidikan dan penanaman nilai-nilai hingga ia menjadi orang yang baik dan layak, agar ia melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya di dalam pemerintahan ataupun luarnya, tidaklah pernah dipikirkan oleh guru-guru atau mereka yang mengangkat guru-guru tersebut.13
Pada awalnya para cendikiawan Muslim seperti Sayyid Ahmad Khan, Syekh Muhammad Abduh, Iqbal dan lainnya berprasangka baik terhadap sistem pendidikan sekuler dengan metode intelektual Baratnya yang rasional dan modern. Bahkan dengan metode ini para cendikiawan Muslim ingin mencetak generasi-generasi Muslim yang berpengetahun maju seperti Barat dengan metode intelektualnya yang modern. Namun realitasnya generasi apakah yang telah dilahirkan oleh sistem pendidikan sekuler yang diterapkan pada generasi Islam oleh para pemerintah kolonial ini ? Muhammad Abduh menulis :
Murid-murid sekolah ini sampai sekarang adalah anak-anak yang tujuan orang tuanya mendidik mereka adalah untuk menjadi pegawai pemerintah, baik menyadari tujuan tersebut atau tidak....... (jika mereka tidak menyadarinya), maka si murid akan pulang kampung, kembali kepada orang tuanya sesudah menyelesaikan sekolahnya, sesudah mempelajari unsur-unsur sains yang ia tidak tahu di mana menerapkannya....... Ia merosot dalam kondisi moral yang lebih buruk daripada orang-orang buta huruf yang bagaimanapun masih tetap berada dalam kondisi alamiyah mereka; mereka frustasi, ia melihat dirinya tidak bisa melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh orang tua dan keluarganya. Dengan demikian ia menggunakan umurnya dengan sepenuhnya menganggur atau hampir setingkat dengan itu.14
Atau apa yang dikatakan penyair Hali, seorang yang pernah mendukung kebijaksanaan Sayyid Ahmad Khan untuk mengadopsi pendidikan sekuler Inggris, dalam syairnya berjudul Musaddas :
Mereka tidak dapat meraih prestadi dalam pemerintah, Tidak sanggup berkata sepatahpun
dalam bahasa Durbar yang tinggi, tidak kuat memikul barang di bazar-bazar, tidak tahu bercocok tanam di ladang. Ah, kalau saja mereka tidak “terdidik”
Syaikh Muhammad Abduh,op. cit. vol 3. hlm.11 1
Mereka tentu dapat mencari rezeki dengan seribu cara
tapi sekarang, berkat pendidikan mereka,
mereka tidak dapat berbuat apa-apa.15
Setelah kemerdekaan negeri-negeri kaum Muslimin diperoleh, maka sistem pendidikan yang menerapkan metode intelektual sekuler ini mendapat tempat utama dalam pendidikan negara, karena umumnya penguasa-penguasa pemerintahan yang baru merdeka adalah produk sistem pendidikan sekuler yang telah disiapkan penjajah untuk meneruskan penjajahannya. Sehubungan masalah ini, Fazlur Rahman menulis :
Sejak diperolehnya kemerdekaan politik, (a) pendidikan di negeri-negeri tersebut pada dasarnya hanya merupakan kelanjutan dari pendidikan kolonial, yang pada intinya ditujukan untuk melatih pegawai-pegawai pemerintah rendahan yang akan melayani kepentingan pemerintah kolonial; pendidikan ini tidaklah memberikan pendasaran yang kuat dalam budaya tradisional, tidak pula latihan yang ril untuk melaksanakan tanggungjawab dalam suatu masyarakat modern yang merdeka.16
Atau apa yang dikatakan Faruqi :
Kemerdekaan nasional telah memberikan dorongan yang terbesar kepada sistem pendidikan sekuler, dengan menganggap-kan kemerdekaan itu sebagai kemerdekaannya sendiri. Mencu-rahkan dana negara ke dalam sistemnya dan semakin menyebar-luaskannya dengan dalih demi nasionalisme dan patriotisme. Kekuatan-kekuatan westernisasi dan sekulerisasi dan sebagai akibatnya, de-Islamisasi para guru dan murid berlanjut terus dengan pasti dan menentukan di sekolah-sekolah tinggi dan universitas-universi-tas.17
Metode intelektual yang diterapkan sistem pendidikan sekuler yang sebagian besarnya diterapkan kaum Muslimin saat ini telah melahirkan generasi tanggung yang serba salah. Tidak menjadi pribadi Muslim yang soleh seperti produk metode tradisional ataupun tidak juga seperti generasi Barat yang modern-ilmiyah dan rasional, tidak menyerupai generasi Islam terdahulu yang konsisten terhadap ajaran Islam juga tidak memiliki wawasan maju seperti generasi Barat sekuler, tapi hanya sebuah karikatur generasi Barat yang hanya pandai membeo, membebek dan meniru penampilan luar Barat saja, tidak lebih dari itu. Produk pendidikan metode sekuler ini menambah beban kaum Muslimin yang sudah menderita dengan keterbelakangannya, karena mereka tidak dapat dipergunakan untuk Islam dan kemajuan ummatnya akibat ketidak fahaman mereka terhadap ajaran Islam dan yang terpenting mereka tidak memiliki ruh keislaman yang akan menjadi penggerak utama dalam kehidupan seorang Muslim, karena metode ini telah
15
Khawaja Altaf, Husayn Hali,M usaddas, (Luknow : Sadi, 1935). hlm. 72
16Fazlur Rahman, op.cit ,hlm.89
17Ismail Faruqi, op.cit. ,hlm. 12
memisahkan mereka dari ajaran Islam dan semangatnya. Sebagian besar dari mereka akhirnya mengejar materi keduniaan dengan profesi masing-masing karena metode ini telah menjadikan mereka manusia-manusia materialis, yang menjadi salah satu tujuan dan falsafah didirikannya lembaga pendidikan sekuler. Generasi Muslim yang terdidik dalam metode ini meneruskan pendidikan setinggi-tingginya agar kelak mendapat kedudukan yang tinggi dengan penghasilan yang tinggi pula. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang menjadi penentang-penentang Islam yang amat gigih, lebih mengutamakan sistem hidup sekuler daripada Islam, dan jika mereka mendapat kedudukan tinggi dalam pemerintahan, merekalah yang akan menjadi agen utama para penjajah modern dalam menyebarkan segala bentuk ide sesat yang akan menjeruskan ummah. Namun anehnya, di saat yang sama mereka tetap ngotot menyatakan dirinya sebagai seorang Muslim, bahkan dengan bangga menyatakan dirinya sebagai Muslim sekuler, sebuah istilah yang tidak pernah dikenal Islam, dan pernyataan ini yang akan mengakibatkan terkeluarnya mereka dari Islam. Karena dalam Islam tidak ada istilah Islam sekuler, Islam yang memisahkan antara dunia dengan agama, Islam berbeda dengan ajaran Kristen yang menjadi penyebab lahirnya sekulerisme, karena Islam adalah ajaran lengkap dan sempurna yang memerintahkan pemeluknya agar mengikuti Islam secara totalitas (kaffah).
Dewasa ini telah berkembang dengan pesatnya institusi-institusi pendidikan yang menerapkan metode sekuler yang yang dikelola kaum Muslimin, bahkan ada yang menggunakan nama universitas Islam, namun metode yang diterapkan adalah metode sekuler, akhirnya institusi seperti ini tidak akan mengantarkan kemajuan kepada ummah, bahkan akan menambah beban yang sudah ada. Sehubungan masalah ini, Faruqi menulis :
Meskipun perluasan hebat yang terjadi sedemikian jauhnya, keadaan pendidikan di dunia Islam adalah yang terburuk. Sehubungan Islamisasi, baik sekolah-sekolah, akademi-akademi dan universitas-universitas yang tradisional ataupun sekuler tidak pernah seberani sekarang dalam mengemukakan tesa-tesa yang tidak Islami dan tidak pernah sehebat sekarang acuhnya mayoritas terbesar pemuda-pemuda Muslim terhadap Islam. Karena diciptakan di masa pemerintahan kolonial, sistem pendidikan sekuler ini memegang proporsi yang sangat besar dan mencampakkan sistem Islam dari bidang ini.18
Contoh nyata dari sistem pendidikan sekuler ini adalah sekolah-sekolah, akademi- akademi, universitas-universitas dan isntitusi-institusi yang dikendalikan oleh pemerintah di sebagian besar dunia Islam. Institusi pendidikan yang merupakan karikatur dari sistem pendidikan Barat, yang tidak memberikan tempat pada Islam, kecuali sedikit sekali, sebagai mata pelajaran pelengkap yang tidak akan memberikan pemahaman mendalam tentang Islam apa lagi akan menumbuhkan semangat keislaman tinggi yang membawa perubahan mental. Islam dipelajari sebatas pengetahuan, sebagaimana pengetahuan-pengetahuan lainnya, bukan dipelajari sebagai pembimbing kehidupan yang harus diterapkan dalam kehidupan nyata sebagai pedoman aktivitas kehidupan. Generasi Islam yang belajar didoktrin sebagaimana faham sekuler memandang kedudukan agama dan memisahkannya
18i bid,
Langganan:
Postingan (Atom)