29 Jul 2010

Paradigma Pendidikan Islam

Paradigma Pendidikan Islam Sebuah Kajian Awal
Oleh
ZULHAMRI

Pada zaman penjajahan dunia Islam oleh Imprialis Barat, metode intelektual tradisional yang dianut sebagian besar sistem pendidikan kaum Muslimin semakin mengkristal, terutama akibat tekanan-tekanan penjajah yang sangat aktif menyebarkan ide- ide sekulernya yang berkedok modernisasi, kemajuan dan istilah sejenisnya yang pada hakikatnya ingin menghilangkan keimanan kaum Muslimin. Faktor inilah yang mendorong para pemuka kaum Muslimin yang umumnya menjadikan madrasah, pondok pesantren, surau dan lainnya beroposisi mati-matian terhadap penjajah kafir dengan segala program dan aktivitasnya. Generasi-generasi Islam didikan sistem tradisional ditanamkan semangat anti penjajah dan anti segala yang berbau penjajah Barat, sehingga mendorong mereka kepada sikap antipati terhadap segala sesuatu yang datangnya dari penjajah Barat, termasuk pengetahuan-pengetahun yang di ambil Barat dari kaum Muslimin terdahulu berupa ilmu-ilmu terapan praktis yang akan membantu mereka menuju kemajuan dunia. Karena sikap anti Barat yang ekstrim inilah kemudian sistem pendidikan Islam tradisional dipinggir-kan penjajah, dihambat perkembangannya, tidak mendapat bantuan semestinya bahkan ada yang dibubarkan penjajah karena dijadikan pusat gerakan menentang panjajah. Dari lembaga pendidikan tradisional ini banyak lahir tokoh-tokoh yang menentang penjajah dengan sikapnya yang gagah berani, dari Indonesia sampai ke Timur Tengah. Sebagian besar tokoh-tokoh pergerakan dan kebangkitan nasional pra kemerdekaan di dunia Islam lahir dari kalangan tradisional, seperti Pangeran Diponegoro dan Imam Bonjol di Indonesia. Demikian pula ketika zaman pergolokan merebut kemerdekaan dunia Islam dari penjajah Barat, umumnya lembaga pendidikan tradisional Islam menjadi benteng utama kaum Muslimin dengan kharisma Ulamanya sebagai pemimpin gerakan, sekaligus menjadi markas untuk menentang dominasi penjajah Barat yang menanbah bencinya kaum penjajah terhadap lembaga tradisional Islam yang susah ditakluki.
Akhirnya penjajah membuka lembaga pendidikan sekuler ala Barat untuk mendidik kader-kadernya dari kalangan pribumi dengan pembiyaan penuh dari penjajah dan sekaligus menyaingi dominasi lembaga pendidikan tradisional Islam yang dikelola secara waqaf. Akhirnya pada masa pasca kemerdekaan, setelah berjuang melawan penjajah dengan semangat tinggi sabung menyambung, generasi produk lembaga pendidikan tradisional Islam disingkirkan peranannya dari birokrasi kekuasaan oleh kaum modernis- sekuler produk lembaga pendidikan Barat. Para pejuang sejati ini dianggap tidak memenuhi persyaratan karena mereka tidak menguasai ilmu modern yang diajarkan panjajah sebagai syarat mutlak seorang birokrat pemerintah, mereka hanya direkrut sebagai pegawai rendahan pinggiran yang mengurus hal-ihwal keagamaan yang tidak memiliki nilai strategis dalam pemerintahan.
Sampai hari ini metode intelektual tradisional masih dipertahankan sebagaian besar kaum Muslimin, baik secara murni ataupun dengan tambahan sedikit beberapa materi pengetahuanduniawi, seperti matematika, fisika, biologi, bahasa inggris dan lainnya. Sistem pendidikan yang mempertahankan metode intelektual tradisional semacam ini, umumnya akan melahirkan para cendikiawan teksbook, yang handal membahas kitab-kitab klasik, tanpa inovasi baru, kecuali mengulas (mensyarah) kitab yang sudah ada. Ataupun ulama dan ustadz yang terpinggir arus modernisasi dan globalisasi dunia, karena ketidakmampuannya menanggapi dan menyelesaikan problem-problem baru yang dihadapi masyarakat modern.
Namun bagaimanapun, sistem pendidikan tradisional ini memiliki keutamaan- keutamaan yang mengangumkan, seperti telah terbukti mampu melahirkan generasi yang konsisten dan sangat menghormati ajaran Islam, bahkan mereka rela mengorbankan harta dan nyawa untuk kepentingan Islam dan ummatnya, disamping pribadi yang peka terhadap masyarakat disekelilingnya, berakhlaq mulia, tawaddu’, ahli ibadah, patriotik menentang kemungkaran dan kebatilan dengan semangat juhadnya dan sifat-sifat mulia seorang muslim. Dan metode ini telah melahirkan pemikir-pemikir besar dunia dalam bidangnya masing-masing, baik dalam ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu tasawuf, ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu sastra, filsafat, pengetahuan alam dan sosial serta cabang-cabang ilmu lainnya yang mengangumkan dunia sampai sekarang.
Contoh paling tepat untuk sistem pendidikan yang menerapkan metode intelektual tradisional adalah Universitas Al-Azhar di Mesir pada awal abad ini dan sebelumnya, yaitu masa sebelum terjadinya pembaruan-pembaruan pada sistem pendidikannya yang dianjurkan cendikiawan terkemuka seperti Syaikh Muhammad Abduh.
Universitas Al-Azhar awalnya adalah sebuah masjid yang didirikan oleh Dinasti Fatimiyah yang bermadzhab syi’ah dan berhasil mengembangkannya sebagai sebuah institusi pengkajian Islam bermadzhab syi’ah, khususnya di msa pemerintahan Sultan al- Aziz. Ketika Mesir di ambil alih Salahuddin al-Ayyubi yang bermadzhab sunni syafi’yyah, Al-Azhar dikembangkannya berdasarkan madzhab sunni dan mengalami perkembangan yang demikian pesatnya dan menjadi tumpuan pelajar-pelajar dari dunia Islam untuk mendalami ilmu fiqh, ilmu kalam, ataupun adab (sastra Arab). Demikian pula masa-masa sesudahnya di bawah pemerintahan dinasti Mamluk, Al-Azhar berkembang amat pesat menjadi pusat studi Islam terbesar di dunia.11
2. Sistem Pendidikan Sekuler
Sistem pendidikan sekuler12 dikenal kaum Muslimin setelah masuknya penjajah Barat yang menguasai dunia Islam. Para penjajah yang dilengkapi teknologi modern datang ke dunia Islam dengan semboyan 3 G, Glory (kemenangan), Gold (emas) dan Gospel (penginjilan), dengan kata lainnya bertujuan untuk menguasai negeri, merampok kekayaan dan sekaligus menyebarkan faham mereka yang sekuleristis. Untuk mencapai maksud yang terakhir ini para penjajah telah mendirikan institusi-institusi pendidikan model Barat
11
Untuk ini lihat misalnya : Syaikh Abdullah ‘Inan, Tarikh al-Jami’ Al-Azhar, (Qahirah : Muassasah al-Khumji, th.2. 1958) .Bayard Dodge, Al-Azhar: A Millenium of Muslim Learning (Washington DC : The middle East Institute, 1962); A.Chris Eccel, Egypt, Islam and Social Change : Al-Azhar in Conflict and Accomodation (Berlin : Klaus Schwarz Verlag, 1984).
12Sekuler / sekulerisme adalah faham yang memisahkan antara ajaran dunia dengan agama, menurut faham ini dunia,
baik ilmu pengetahuan, teknologi, kekuasaan, moral dan lainnya adalah terpisah sama sekali dengan ajaran agama. Faham paling ektrim dari sekulerisme adalah Atheisme yang dianut kaum Komonis, bukan saja memisahkan, namun menolak dan memerangi agama dan tidak mempercayai adanya Tuhan Pencipta alam. Dan Sekulerisme lahir akibat pemberontakan intelektual yang dilakukan para Cendikiawan Barat abad pertengahan yang sudah tercerahkan terhadap pemuka-pemuka Kristen yang mendominasi kehidupan masyarakat dan mendapat dukungan para Raja. Para cendikiawan tercerahkan mendapatkan momentumnya ketika terjadinya revolusi industri yang membawa arti kemenangan para cendikiawan terhadap dominasi Raja dan Pemuka Gereja. Revolusi industri telah melahirkan pemikir-pemikir ulung Barat dalam berbagai disiplin ilmu, akibatnya mereka memusihi agama Kristen yang selama ini dianggapnya telah membelenggu pemikiran dan kreativitas mereka, dan mereka menjadi orang yang sekuler, memisahkan agama dari segala aktivitas keduniaan. Untuk memahami segala yang berkaitan dengan Sekulerisme, lihat : Syed Moh. Naguib al-Attas, Islam and Secularism.(Kuala Lumpur : ABIM, 1978).

dengan metode dan landasan filsafat pendidikan Barat yang sekuler dengan tujuan untuk mencetak kader-kader yang berwajah pribumi (Muslim) namun berfikiran Barat dan akan dijadikan sebagai pegawai-pegawai upahan mereka. Sehubungan masalah ini, Abduh menulis :
(pendidikan ini diadakan agar murid) memperoleh gelar yang memungkinkannya untuk menduduki jabatan juru tulis di suatu departemen pemerintah kolonial. Tetapi bahwa keperibadian-nya harus dibentuk dengan pendidikan dan penanaman nilai-nilai hingga ia menjadi orang yang baik dan layak, agar ia melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya di dalam pemerintahan ataupun luarnya, tidaklah pernah dipikirkan oleh guru-guru atau mereka yang mengangkat guru-guru tersebut.13
Pada awalnya para cendikiawan Muslim seperti Sayyid Ahmad Khan, Syekh Muhammad Abduh, Iqbal dan lainnya berprasangka baik terhadap sistem pendidikan sekuler dengan metode intelektual Baratnya yang rasional dan modern. Bahkan dengan metode ini para cendikiawan Muslim ingin mencetak generasi-generasi Muslim yang berpengetahun maju seperti Barat dengan metode intelektualnya yang modern. Namun realitasnya generasi apakah yang telah dilahirkan oleh sistem pendidikan sekuler yang diterapkan pada generasi Islam oleh para pemerintah kolonial ini ? Muhammad Abduh menulis :
Murid-murid sekolah ini sampai sekarang adalah anak-anak yang tujuan orang tuanya mendidik mereka adalah untuk menjadi pegawai pemerintah, baik menyadari tujuan tersebut atau tidak....... (jika mereka tidak menyadarinya), maka si murid akan pulang kampung, kembali kepada orang tuanya sesudah menyelesaikan sekolahnya, sesudah mempelajari unsur-unsur sains yang ia tidak tahu di mana menerapkannya....... Ia merosot dalam kondisi moral yang lebih buruk daripada orang-orang buta huruf yang bagaimanapun masih tetap berada dalam kondisi alamiyah mereka; mereka frustasi, ia melihat dirinya tidak bisa melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh orang tua dan keluarganya. Dengan demikian ia menggunakan umurnya dengan sepenuhnya menganggur atau hampir setingkat dengan itu.14
Atau apa yang dikatakan penyair Hali, seorang yang pernah mendukung kebijaksanaan Sayyid Ahmad Khan untuk mengadopsi pendidikan sekuler Inggris, dalam syairnya berjudul Musaddas :
Mereka tidak dapat meraih prestadi dalam pemerintah, Tidak sanggup berkata sepatahpun
dalam bahasa Durbar yang tinggi, tidak kuat memikul barang di bazar-bazar, tidak tahu bercocok tanam di ladang. Ah, kalau saja mereka tidak “terdidik”

Syaikh Muhammad Abduh,op. cit. vol 3. hlm.11 1
Mereka tentu dapat mencari rezeki dengan seribu cara
tapi sekarang, berkat pendidikan mereka,
mereka tidak dapat berbuat apa-apa.15
Setelah kemerdekaan negeri-negeri kaum Muslimin diperoleh, maka sistem pendidikan yang menerapkan metode intelektual sekuler ini mendapat tempat utama dalam pendidikan negara, karena umumnya penguasa-penguasa pemerintahan yang baru merdeka adalah produk sistem pendidikan sekuler yang telah disiapkan penjajah untuk meneruskan penjajahannya. Sehubungan masalah ini, Fazlur Rahman menulis :
Sejak diperolehnya kemerdekaan politik, (a) pendidikan di negeri-negeri tersebut pada dasarnya hanya merupakan kelanjutan dari pendidikan kolonial, yang pada intinya ditujukan untuk melatih pegawai-pegawai pemerintah rendahan yang akan melayani kepentingan pemerintah kolonial; pendidikan ini tidaklah memberikan pendasaran yang kuat dalam budaya tradisional, tidak pula latihan yang ril untuk melaksanakan tanggungjawab dalam suatu masyarakat modern yang merdeka.16
Atau apa yang dikatakan Faruqi :
Kemerdekaan nasional telah memberikan dorongan yang terbesar kepada sistem pendidikan sekuler, dengan menganggap-kan kemerdekaan itu sebagai kemerdekaannya sendiri. Mencu-rahkan dana negara ke dalam sistemnya dan semakin menyebar-luaskannya dengan dalih demi nasionalisme dan patriotisme. Kekuatan-kekuatan westernisasi dan sekulerisasi dan sebagai akibatnya, de-Islamisasi para guru dan murid berlanjut terus dengan pasti dan menentukan di sekolah-sekolah tinggi dan universitas-universi-tas.17
Metode intelektual yang diterapkan sistem pendidikan sekuler yang sebagian besarnya diterapkan kaum Muslimin saat ini telah melahirkan generasi tanggung yang serba salah. Tidak menjadi pribadi Muslim yang soleh seperti produk metode tradisional ataupun tidak juga seperti generasi Barat yang modern-ilmiyah dan rasional, tidak menyerupai generasi Islam terdahulu yang konsisten terhadap ajaran Islam juga tidak memiliki wawasan maju seperti generasi Barat sekuler, tapi hanya sebuah karikatur generasi Barat yang hanya pandai membeo, membebek dan meniru penampilan luar Barat saja, tidak lebih dari itu. Produk pendidikan metode sekuler ini menambah beban kaum Muslimin yang sudah menderita dengan keterbelakangannya, karena mereka tidak dapat dipergunakan untuk Islam dan kemajuan ummatnya akibat ketidak fahaman mereka terhadap ajaran Islam dan yang terpenting mereka tidak memiliki ruh keislaman yang akan menjadi penggerak utama dalam kehidupan seorang Muslim, karena metode ini telah
15
Khawaja Altaf, Husayn Hali,M usaddas, (Luknow : Sadi, 1935). hlm. 72
16Fazlur Rahman, op.cit ,hlm.89
17Ismail Faruqi, op.cit. ,hlm. 12

memisahkan mereka dari ajaran Islam dan semangatnya. Sebagian besar dari mereka akhirnya mengejar materi keduniaan dengan profesi masing-masing karena metode ini telah menjadikan mereka manusia-manusia materialis, yang menjadi salah satu tujuan dan falsafah didirikannya lembaga pendidikan sekuler. Generasi Muslim yang terdidik dalam metode ini meneruskan pendidikan setinggi-tingginya agar kelak mendapat kedudukan yang tinggi dengan penghasilan yang tinggi pula. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang menjadi penentang-penentang Islam yang amat gigih, lebih mengutamakan sistem hidup sekuler daripada Islam, dan jika mereka mendapat kedudukan tinggi dalam pemerintahan, merekalah yang akan menjadi agen utama para penjajah modern dalam menyebarkan segala bentuk ide sesat yang akan menjeruskan ummah. Namun anehnya, di saat yang sama mereka tetap ngotot menyatakan dirinya sebagai seorang Muslim, bahkan dengan bangga menyatakan dirinya sebagai Muslim sekuler, sebuah istilah yang tidak pernah dikenal Islam, dan pernyataan ini yang akan mengakibatkan terkeluarnya mereka dari Islam. Karena dalam Islam tidak ada istilah Islam sekuler, Islam yang memisahkan antara dunia dengan agama, Islam berbeda dengan ajaran Kristen yang menjadi penyebab lahirnya sekulerisme, karena Islam adalah ajaran lengkap dan sempurna yang memerintahkan pemeluknya agar mengikuti Islam secara totalitas (kaffah).
Dewasa ini telah berkembang dengan pesatnya institusi-institusi pendidikan yang menerapkan metode sekuler yang yang dikelola kaum Muslimin, bahkan ada yang menggunakan nama universitas Islam, namun metode yang diterapkan adalah metode sekuler, akhirnya institusi seperti ini tidak akan mengantarkan kemajuan kepada ummah, bahkan akan menambah beban yang sudah ada. Sehubungan masalah ini, Faruqi menulis :
Meskipun perluasan hebat yang terjadi sedemikian jauhnya, keadaan pendidikan di dunia Islam adalah yang terburuk. Sehubungan Islamisasi, baik sekolah-sekolah, akademi-akademi dan universitas-universitas yang tradisional ataupun sekuler tidak pernah seberani sekarang dalam mengemukakan tesa-tesa yang tidak Islami dan tidak pernah sehebat sekarang acuhnya mayoritas terbesar pemuda-pemuda Muslim terhadap Islam. Karena diciptakan di masa pemerintahan kolonial, sistem pendidikan sekuler ini memegang proporsi yang sangat besar dan mencampakkan sistem Islam dari bidang ini.18
Contoh nyata dari sistem pendidikan sekuler ini adalah sekolah-sekolah, akademi- akademi, universitas-universitas dan isntitusi-institusi yang dikendalikan oleh pemerintah di sebagian besar dunia Islam. Institusi pendidikan yang merupakan karikatur dari sistem pendidikan Barat, yang tidak memberikan tempat pada Islam, kecuali sedikit sekali, sebagai mata pelajaran pelengkap yang tidak akan memberikan pemahaman mendalam tentang Islam apa lagi akan menumbuhkan semangat keislaman tinggi yang membawa perubahan mental. Islam dipelajari sebatas pengetahuan, sebagaimana pengetahuan-pengetahuan lainnya, bukan dipelajari sebagai pembimbing kehidupan yang harus diterapkan dalam kehidupan nyata sebagai pedoman aktivitas kehidupan. Generasi Islam yang belajar didoktrin sebagaimana faham sekuler memandang kedudukan agama dan memisahkannya
18i bid,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar